Sukses

Misteri Keberadaan Kapal Selam Raksasa Jepang yang Karam Terkuak

Mega-kapal selam I-400 milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang ditenggelamkan di akhir Perang Dunia II.

Sebuah kapal selam Jepang yang hilang ditenggelamkan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) di akhir masa Perang Dunia II, ditemukan secara tak sengaja oleh tim penjelajah yang mengeksplorasi perairan Hawaii.

Juru bicara  University of Hawaii, Manoa dalam rilisnya menyebut, penemuan mega-kapal selam I-400 milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang telah memecahkan misteri beberapa dekade tentang di mana tepatnya mesin tempur itu berada.

I-400 termasuk dalam kelas 'Sen-Toku' --kapal selam terbesar yang pernah dibuat manusia hingga kapal serupa bertenaga nuklir akhirnya ditemukan. Memiliki panjang 400 kaki atau 121,9 meter, ia mampu 1,5 kali mengelilingi dunia tanpa mengisi bahan bakar di tengah perjalanan.

"I-400 menjadi daftar pencarian kami," kata penjelajah bawah laut veteran, Terry Kerby, yang memimpin ekspedisi menemukan kapal tersebut. "Itu adalah salah satu dari jenisnya, yang hanya diproduksi 3 buah. Jadi, itu adalah kapal selam yang unik dan sangat bersejarah," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari Fox News, Selasa (3/12/2013).

Kerby menambahkan, temuan kapal tersebut tak terduga. Sebab, ia diperkirakan berada di lokasi yang lebih dalam.

"Kami merinding saat melihat kapal selam raksasa muncul dari kegelapan," tambah dia.

Angkatan Laut AS menangkap I-400 dan 4 kapal selam Jepang lainnya di akhir Perang Dunia II, lalu membawa mereka ke Pearl Harbor untuk diinspeksi. Kemudian, pada 1946, Uni Soviet menuntut akses ke kapal selam tersebut  dengan dalil sesuai syarat perjanjian yang mengakhiri perang.

Alih-alih mengizinkan Uni Soviet mengakses teknologi kapal yang canggih di zamannya itu, AS menenggelamkan mereka dan mengklaim tak tahu menahu soal keberadaan kapal-kapal itu. 4 Dari 5 kapal selam sebelumnya telah diketahui keberadaannya sejak saat itu. Kecuali I-400.

Kapal I-400 ditemukan Agustus 2013 lalu, namun baru Selasa ini diumumkan ke publik setelah, Badan Administrasi Samudera dan Atmosfer Nasional (NOAA) mereview soal temuan itu dengan sejumlah pejabat AS dan Jepang. (Ein/Mut)