Sukses

Nelson Mandela, Rela Mati Demi Demokrasi

Sebelum menjadi Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela pernah dipenjara selama 27 tahun. Keterpurukannya tak membuatnya putus asa.

Perjuangan mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela melawan sakit paru-paru yang dideritanya telah usai. Ia menyerah dan menghembuskan napas terakhirnya pada usia 95 tahun, Kamis 5 Desember waktu setempat di Johannesburg.

"Dia sudah beristirahat dengan tenang sekarang. Bangsa kita telah kehilangan putra terbaiknya. Orang-orang kami telah kehilangan seorang ayah," ujar Presiden Zacob Zuma seperti dikutip dari CNN, Jumat (6/12/2013).

Kepergiannya tentu meninggalkan duka tersendiri bagi para pengikutnya, kebanyakan orang menyebutnya seorang pahlawan untuk kulit hitam dan putih. Sebab sosok Mandela, negarawan yang begitu dihormati di Afrika Selatan. Terlebih saat masa kepemimpinannya di Afrika Selatan yang menerapkan anti-apartheid--antirasis. Ia menjadi pejuang kemerdekaan lalu menjadi tahanan pemerintah demi mempersatukan bangsa--antara kulit putih dan kulit hitam.

"Saya menghargai cita-cita masyarakat demokrasi dan bebas di mana semua orang hidup berdampingan dalam keselarasan dan memiliki kesempatan yang sama," kata Madela ketika itu.

"Suatu cita-cita yang saya harap akan tercapai. Tetapi bila diperlukan, saya rela mati demi cita-cita ini," tegasnya.

Terlahir dari keluarga Kerajaan Thembu dan Suku Xhosa, Mandela yang belajar hukum di Fort Hare University dan University of Witwatersrand terlibat dalam politik anti-kolonial, bergabung dengan ANC, dan menjadi anggota pendiri Liga Pemuda ANC ketika menetap di Johannesburg.

Setelah kaum nasionalis Afrika dari Partai Nasional berkuasa pada 1948 menerapkan kebijakan apartheid, popularitas Mandela melejit di Defiance Campaign ANC tahun 1952, ia terpilih menjadi Presiden ANC Transvaal, dan menghadiri Congress of the People tahun 1955. Sebagai pengacara, ia berulang kali ditahan karena melakukan aktivitas menghasut dan sebagai ketua ANC sempat diadili di Pengadilan Pengkhianatan pada 1956 sampai 1961, namun akhirnya divonis tidak bersalah.

Pada 1962, ia ditahan dan dituduh melakukan sabotase dan bersekongkol menggulingkan pemerintahan, dan dihukum penjara seumur hidup di Pengadilan Rivonia.

Mandela menjalani masa kurungan 27 tahun, pertama di Pulau Robben, kemudian di Penjara Pollsmoor dan Penjara Victor Verster. Kampanye internasional yang menuntut pembebasannya membuat Mandela dibebaskan tahun 1990. Setelah menjadi Presiden ANC, Mandela menerbitkan otobiografi dan bernegosiasi dengan Presiden F.W. de Klerk untuk menghapuskan apartheid dan melaksanakan pemilu multi-ras tahun 1994 yang kelak dimenangkan ANC. Ia terpilih sebagai Presiden dan membentuk Pemerintahan Persatuan Nasional.

Selaku Presiden, ia menyusun konstitusi baru dan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran HAM sebelumnya. Memperkenalkan kebijakan reformasi lahan, pemberantasan kemiskinan, dan perluasan cakupan layanan kesehatan. Di luar negeri, ia bertindak sebagai mediator antara Libya dan Britania Raya dalam pengadilan pengeboman Pan Am Penerbangan 103 dan mengawasi intervensi militer di Lesotho.

Mandela pun menolak mencalonkan diri untuk kedua kalinya dan digantikan oleh wakilnya, Thabo Mbeki. Ia kemudian menjadi negarawan ulung yang berfokus pada aktivitas amal demi memberantas kemiskinan dan HIV/AIDS melalui Nelson Mandela Foundation.

Kontroversial nyaris sepanjang hayatnya, para kritikus sayap kanan menyebut Mandela teroris dan simpatisan komunis. Meski begitu, ia memperoleh pengakuan internasional atas sikap anti-kolonial dan anti-apartheidnya, menerima lebih dari 250 penghargaan, termasuk Hadiah Perdamaian Nobel 1993, Medali Kebebasan Presiden Amerika Serikat, dan Order of Lenin dari Uni Soviet. Ia sangat dihormati di Afrika Selatan dan lebih dikenal dengan nama klan Xhosa-nya, Madiba atau tata. Nelson Mandela sering dijuluki "bapak bangsa". (Tnt/Riz)

Baca juga:

Nelson Mandela Panjang Umur karena Tindakan Mulianya?