Darah, bukan bening air mata, yang mengalir dari indra penglihatan Delfina Cedeno saat gadis 19 tahun itu menangis. Keringatnya pun terkadang berbau anyir, karena cairan merah itu yang merembes dari pori-pori kulitnya.
Berawal dari 4 tahun lalu, Delfina mengalami kelainan aneh, yang entah bagaimana membuat darah merembes dari kuku dan pusarnya. Saat kondisinya memburuk, gadis itu mulai menangis darah -- dalam arti sebenarnya. Ia pun kerap mimisan dan rambutnya rontok parah.
Suatu ketika, saat sedang parah-parahnya, Delfina berdarah-darah selama lebih dari 15 hari berturut-turut, hingga kritis dan membutuhkan transfusi darah.
Entah apa yang ia alami. Ratusan tes sudah dilakukan, oleh dokter di kampung halamannya di Veron, juga di seluruh Dominika. Tak ada jawaban pasti.
Tak terbayang sesaknya dada Delfina menahan duka dan sakit akibat kondisinya yang misterius. "Awalnya aku tak tahu harus bagaimana, aku sungguh ketakutan dan shock," kata dia, seperti Liputan6 kutip dari Daily Mail, 6 Desember 2013.
Mulanya, tak ada yang percaya dengan kondisinya. Menganggapnya gila. "Baru ketika darahku keluar di hadapan dokter, mereka mulai menganggapku serius," kata dia.
Tak ada satupun orang di dunia yang mau sakit dan memiliki kelainan. Maka bisa dimengerti betapa hancurnya perasaan delfina. Ia merasa malu akan kondisinya itu, bahkan sampai takut meninggalkan rumah yang ia tinggali bersama sang ibu, Mariana (36).
Sampai-sampai, Delfiana putus sekolah. Teman-temannya meninggalkannya. Takut ketularan. "Orang-orang tak mau dekat-dekat dengan aku. Mereka pikir jika menyentuhku, aku akan menodai mereka dengan darah," kata dia. "Anak-anak menertawakan dan meneriaki aku. Untuk waktu yang lama, aku mengurung diri dalam kamar. Di masa remaja yang harusnya indah, Delfiana kesepian bukan main.
Delfiana pun depresi berat. Sampai-sampai ia ingin bunuh diri dengan menenggak obat penenang dalam dosis tinggi. "Aku ingin mati. Keluargaku menemukanku dalam kondisi mulut berbusa. Aku harus menjalani perawatan intensif seminggu. Ketika bangun, dokter berkata, secara teknis, aku sudah mati."
Â
Saat itu, jantungnya berhenti. Dokter pun menggunakan alat kejut. "Sebuah keajaiban aku bisa selamat. Dan aku merasa diberkahi karena sejak saat itu hidupku membaik," kata Delfina.
Bertemu Kekasih
Beberapa bulan kemudian, sesuatu yang tak disangka hadir dalam hidupnya: cinta.
Ia bertemu seorang lelaki bernama Recaris Avila, yang membesuk ke rumah sakit setelah mendengar kisahnya. "Dia bilang aku cantik. Aku akan mengenang saat itu sepanjang hidupku," kata dia.
Empat tahun setelah kali pertama mengalami keanehan, dokter spesialis menemukan terobosan. Mereka menduga Delfina menderita kondisi langka yang disebut hematidrosis -- yang berarti level adrenalinnya 20 kali dari orang normal.
Jika orang itu mengalami tekanan batin atau stres yang sangat berat, tekanan darah meningkat begitu parah sampai-sampai darah, keringat yang keluar dari pori-pori bercampur darah. Dan kondisi itu amat langka, demikian menurut studi yang dipublikasikan di Indian Journal of Dermatology.
Di sekitar kelenjar keringat, ada banyak pembuluh darah yang membentuk jaringan seperti jala. Dengan tekanan tinggi akibat stres, pembuluh darah ini menciut. Kemudian setelah kecemasan berlalu, pembuluh darah akan mengembang sampai pecah. Darah akan mengalir ke dalam kelenjar keringat.
Pada saat kelenjar keringat menghasilkan banyak keringat, darah itu akan didorong ke permukaan, yang ke luar sebagai titik-titik darah yang bercampur dengan keringat. Kini, Delfina mendapat pengobatan untuk mengontrol kecemasannya.
Kabar baiknya lagi, Delfina dan Recaros kini sudah bertunangan!
"Terimakasihku pada Recaris, aku kini merasa bebas. Hidupku tak lagi kosong dan aku tak ingin mati. Bertemu dengannya adalah saat yang menyenangkan dan sekarang aku jadi berani keluar rumah," kata dia. "Aku masih mengeluarkan darah, tapi aku tahu, semua akan baik-baik saja. Recaris selalu ada untuk membantu dan melindungiku."
Sebaliknya, Recaris Avila mengaku tak keberatan dengan kondisi kekasihnya yang tak biasa.
"Ini hubungan yang normal, lepas dari kondisinya. Aku jatuh cinta padanya. Bagi saya, itu normal. Kadang-kadang dia merasa malu karena tidak ingin aku melihat pendarahannya. Tapi, aku tidak khawatir. Bersamanya, aku merasa menjadi pria yang bahagia." (Ein)
Berawal dari 4 tahun lalu, Delfina mengalami kelainan aneh, yang entah bagaimana membuat darah merembes dari kuku dan pusarnya. Saat kondisinya memburuk, gadis itu mulai menangis darah -- dalam arti sebenarnya. Ia pun kerap mimisan dan rambutnya rontok parah.
Suatu ketika, saat sedang parah-parahnya, Delfina berdarah-darah selama lebih dari 15 hari berturut-turut, hingga kritis dan membutuhkan transfusi darah.
Entah apa yang ia alami. Ratusan tes sudah dilakukan, oleh dokter di kampung halamannya di Veron, juga di seluruh Dominika. Tak ada jawaban pasti.
Tak terbayang sesaknya dada Delfina menahan duka dan sakit akibat kondisinya yang misterius. "Awalnya aku tak tahu harus bagaimana, aku sungguh ketakutan dan shock," kata dia, seperti Liputan6 kutip dari Daily Mail, 6 Desember 2013.
Mulanya, tak ada yang percaya dengan kondisinya. Menganggapnya gila. "Baru ketika darahku keluar di hadapan dokter, mereka mulai menganggapku serius," kata dia.
Tak ada satupun orang di dunia yang mau sakit dan memiliki kelainan. Maka bisa dimengerti betapa hancurnya perasaan delfina. Ia merasa malu akan kondisinya itu, bahkan sampai takut meninggalkan rumah yang ia tinggali bersama sang ibu, Mariana (36).
Sampai-sampai, Delfiana putus sekolah. Teman-temannya meninggalkannya. Takut ketularan. "Orang-orang tak mau dekat-dekat dengan aku. Mereka pikir jika menyentuhku, aku akan menodai mereka dengan darah," kata dia. "Anak-anak menertawakan dan meneriaki aku. Untuk waktu yang lama, aku mengurung diri dalam kamar. Di masa remaja yang harusnya indah, Delfiana kesepian bukan main.
Delfiana pun depresi berat. Sampai-sampai ia ingin bunuh diri dengan menenggak obat penenang dalam dosis tinggi. "Aku ingin mati. Keluargaku menemukanku dalam kondisi mulut berbusa. Aku harus menjalani perawatan intensif seminggu. Ketika bangun, dokter berkata, secara teknis, aku sudah mati."
Â
Saat itu, jantungnya berhenti. Dokter pun menggunakan alat kejut. "Sebuah keajaiban aku bisa selamat. Dan aku merasa diberkahi karena sejak saat itu hidupku membaik," kata Delfina.
Bertemu Kekasih
Beberapa bulan kemudian, sesuatu yang tak disangka hadir dalam hidupnya: cinta.
Ia bertemu seorang lelaki bernama Recaris Avila, yang membesuk ke rumah sakit setelah mendengar kisahnya. "Dia bilang aku cantik. Aku akan mengenang saat itu sepanjang hidupku," kata dia.
Empat tahun setelah kali pertama mengalami keanehan, dokter spesialis menemukan terobosan. Mereka menduga Delfina menderita kondisi langka yang disebut hematidrosis -- yang berarti level adrenalinnya 20 kali dari orang normal.
Jika orang itu mengalami tekanan batin atau stres yang sangat berat, tekanan darah meningkat begitu parah sampai-sampai darah, keringat yang keluar dari pori-pori bercampur darah. Dan kondisi itu amat langka, demikian menurut studi yang dipublikasikan di Indian Journal of Dermatology.
Di sekitar kelenjar keringat, ada banyak pembuluh darah yang membentuk jaringan seperti jala. Dengan tekanan tinggi akibat stres, pembuluh darah ini menciut. Kemudian setelah kecemasan berlalu, pembuluh darah akan mengembang sampai pecah. Darah akan mengalir ke dalam kelenjar keringat.
Pada saat kelenjar keringat menghasilkan banyak keringat, darah itu akan didorong ke permukaan, yang ke luar sebagai titik-titik darah yang bercampur dengan keringat. Kini, Delfina mendapat pengobatan untuk mengontrol kecemasannya.
Kabar baiknya lagi, Delfina dan Recaros kini sudah bertunangan!
"Terimakasihku pada Recaris, aku kini merasa bebas. Hidupku tak lagi kosong dan aku tak ingin mati. Bertemu dengannya adalah saat yang menyenangkan dan sekarang aku jadi berani keluar rumah," kata dia. "Aku masih mengeluarkan darah, tapi aku tahu, semua akan baik-baik saja. Recaris selalu ada untuk membantu dan melindungiku."
Sebaliknya, Recaris Avila mengaku tak keberatan dengan kondisi kekasihnya yang tak biasa.
"Ini hubungan yang normal, lepas dari kondisinya. Aku jatuh cinta padanya. Bagi saya, itu normal. Kadang-kadang dia merasa malu karena tidak ingin aku melihat pendarahannya. Tapi, aku tidak khawatir. Bersamanya, aku merasa menjadi pria yang bahagia." (Ein)