Stadiun First National Bank (FNB) di Johannesburg yang bersejarah. Di situlah untuk kali pertama, Nelson Mandela menyampaikan pidato setelah dibebaskan penjara selama 27 tahun pada 1990. Juga penampilan terakhirnya di hadapan publik pada upacara penutupan Piala Dunia 2010.
Dan kini stadion berkapasitas 95 ribu orang itu menjadi lokasi perkabungan tokoh anti-apartheid yang menginspirasi dunia.
Ribuan pelayat memadati area stadion -- namun entah mengapa sekitar sepertiga bangku kosong --Â di tengah guyuran hujan deraas. Mereka datang untuk memberikan pengormatan terakhir untuk Mandela. Termasuk para pemimpin dunia yang datang dari berbagai latar belakang: Barat, Timur, liberal, komunis, sekutu, lawan kepentingan.
Mandela yang telah tiada bahkan mampu menyatukan 2 pemimpin negara yang menjadi musuh bebuyutan: Amerika Serikat dan Kuba.
Dalam perjalanan ke podium sebelum menyampaikan pidato, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyalami Raul Castro, pemimpin Kuba. Kakak Raul, Fidel telah lama dikenal sebagai musuh bebuyutan AS.
AS da Kuba tidak memiliki hubungan diplomatik sejak Revolusi Komunis tahun 1959. Namun, sejak menjabat di Gedung Putih tahun 2009 lalu, Obama mengambil langkah pragmatis soal hubungan dua negara.
Ia meringankan sanksi dan membolehkan delegasi Kongres pergi ke Kuba pada Februari 2012 untuk membicarakan soal potensi hubungan bilateral.
Obama juga menyalami Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe dan mencium pipi Presiden Brasil, Dilma Rousseff --Â meski sempat muncul ketegangan antar keduanya menyusul terkuaknya aksi mata-mata AS yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden.
Obama yang datang hampir sejam setelah acara dimulai, disambut dengan hangat. Tepuk tangan panjang membahana menyambut kedatangannya. Kontras dengan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, yang dihujani cemoohan setiap kali sosoknya muncul di layar lebar stadion.
Dalam sambutannya, Obama mengucapkan terimakasih pada keluarga Mandela. "Juga untuk rakyat Afrika Selatan -- dengan ras dan jalan hidup masing-masing -- dunia berterimakasih karena telah berbagi Nelson Mandela dengan kami," kata Obama, seperti dimuat Daily Mail, 10 Desember 2013.
Obama juga menyinggung, ada banyak pemimpin yang mengklaim punya solidaritas dengan perjuangan kebebasan Mandela. Namun, tak menoleransi pendapat rakyatnya sendiri. "Kita tidak akan pernah melihat orang seperti Nelson Mandela lagi. Tapi saya katakan kepada orang-orang muda dari Afrika, juga generasi muda dunia -- Anda dapat membuat sejarah dan karya hidup Anda sendiri."
Selain bersalaman dengan Raul Castro, Obama juga memanfaatkan momentum untuk bertemu kawan lama. Ia bahkan tertangkap kamera wartawan sedang berfoto 'narsis' dengan PM Inggris David Cameron dan pemimpin Denmark, Helle Thorning-Schmidt.
Ketiganya berfoto bersama, dengan senyuman lebar. Helle Thorning-Schmidt yang duduk di tengah bertugas menjepret. Satu tangan Obama yang ada di sisi kiri ikut membantu memegangi ponsel agar tak goyang. Aksi mereka sama sekali tak cocok dengan suasana perkabungan.
Saat trio tersebut mengambil foto, Ibu Negara Michelle Obama yang duduk di sebelah suaminya sama sekali tak terkesan dengan polah mereka. Michelle yang berpakaian serba hitam memandang ke arah lain, dengan wajah kaku.
Hujan Itu Berkah
Massa mulai berdatangan ke stadion dari pagi, tidak terpengaruh oleh hujan yang tak kunjung berhenti.
Hujan yang mengguyur dalam upacara perkabungan Mandela dianggap sebagai berkah. "Dalam tradisi kami, saat hujan mengguyur dalam acara pemakaman, itu berarti Tuhan menyambutmu di surga," kata wakil ketua African National Congress (ANC), Cyril Ramaphosa.
Pun dengan pendapat Harry Tshabalala, seorang sopir pemerintah. "Hanya orang-orang hebat yang mendapatkannya (hujan). Ini cuaca yang sempurna," kata dia.
Polisi memberlakukan penjagaan ketat, menutup jalan-jalan terdekat dengan arena stadion. Namun, kerumunan pelayat pertama masuk tanpa digeledah.
Sementara, dalam pidatonya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan, "Afrika Selatan telah kehilangan seorang pahlawan, kita telah kehilangan seorang ayah, dan dunia telah kehilangan seorang teman tercinta dan mentor."
Sekjen PBB menambahkan, Nelson Mandela lebih dari sekedar salah satu pemimpin terbesar di zamannya. Tapi juga guru terbaik. "Dia mengajar dengan contoh, rela mengorbankan begitu banyak hal dan bersedia untuk menyerahkan segalanya untuk kebebasan, kesetaraan dan keadilan," kata dia.
 "Yang paling menonjol adalah jiwanya yang besar." Yang mengubah kebencian menjadi maaf. Membuat bangsanya bisa menerima masa lalu yang kelam, dan menatap masa depan. Tanpa dendam. (Ein)
Dan kini stadion berkapasitas 95 ribu orang itu menjadi lokasi perkabungan tokoh anti-apartheid yang menginspirasi dunia.
Ribuan pelayat memadati area stadion -- namun entah mengapa sekitar sepertiga bangku kosong --Â di tengah guyuran hujan deraas. Mereka datang untuk memberikan pengormatan terakhir untuk Mandela. Termasuk para pemimpin dunia yang datang dari berbagai latar belakang: Barat, Timur, liberal, komunis, sekutu, lawan kepentingan.
Mandela yang telah tiada bahkan mampu menyatukan 2 pemimpin negara yang menjadi musuh bebuyutan: Amerika Serikat dan Kuba.
Dalam perjalanan ke podium sebelum menyampaikan pidato, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyalami Raul Castro, pemimpin Kuba. Kakak Raul, Fidel telah lama dikenal sebagai musuh bebuyutan AS.
AS da Kuba tidak memiliki hubungan diplomatik sejak Revolusi Komunis tahun 1959. Namun, sejak menjabat di Gedung Putih tahun 2009 lalu, Obama mengambil langkah pragmatis soal hubungan dua negara.
Ia meringankan sanksi dan membolehkan delegasi Kongres pergi ke Kuba pada Februari 2012 untuk membicarakan soal potensi hubungan bilateral.
Obama juga menyalami Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe dan mencium pipi Presiden Brasil, Dilma Rousseff --Â meski sempat muncul ketegangan antar keduanya menyusul terkuaknya aksi mata-mata AS yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden.
Obama yang datang hampir sejam setelah acara dimulai, disambut dengan hangat. Tepuk tangan panjang membahana menyambut kedatangannya. Kontras dengan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, yang dihujani cemoohan setiap kali sosoknya muncul di layar lebar stadion.
Dalam sambutannya, Obama mengucapkan terimakasih pada keluarga Mandela. "Juga untuk rakyat Afrika Selatan -- dengan ras dan jalan hidup masing-masing -- dunia berterimakasih karena telah berbagi Nelson Mandela dengan kami," kata Obama, seperti dimuat Daily Mail, 10 Desember 2013.
Obama juga menyinggung, ada banyak pemimpin yang mengklaim punya solidaritas dengan perjuangan kebebasan Mandela. Namun, tak menoleransi pendapat rakyatnya sendiri. "Kita tidak akan pernah melihat orang seperti Nelson Mandela lagi. Tapi saya katakan kepada orang-orang muda dari Afrika, juga generasi muda dunia -- Anda dapat membuat sejarah dan karya hidup Anda sendiri."
Selain bersalaman dengan Raul Castro, Obama juga memanfaatkan momentum untuk bertemu kawan lama. Ia bahkan tertangkap kamera wartawan sedang berfoto 'narsis' dengan PM Inggris David Cameron dan pemimpin Denmark, Helle Thorning-Schmidt.
Ketiganya berfoto bersama, dengan senyuman lebar. Helle Thorning-Schmidt yang duduk di tengah bertugas menjepret. Satu tangan Obama yang ada di sisi kiri ikut membantu memegangi ponsel agar tak goyang. Aksi mereka sama sekali tak cocok dengan suasana perkabungan.
Saat trio tersebut mengambil foto, Ibu Negara Michelle Obama yang duduk di sebelah suaminya sama sekali tak terkesan dengan polah mereka. Michelle yang berpakaian serba hitam memandang ke arah lain, dengan wajah kaku.
Hujan Itu Berkah
Massa mulai berdatangan ke stadion dari pagi, tidak terpengaruh oleh hujan yang tak kunjung berhenti.
Hujan yang mengguyur dalam upacara perkabungan Mandela dianggap sebagai berkah. "Dalam tradisi kami, saat hujan mengguyur dalam acara pemakaman, itu berarti Tuhan menyambutmu di surga," kata wakil ketua African National Congress (ANC), Cyril Ramaphosa.
Pun dengan pendapat Harry Tshabalala, seorang sopir pemerintah. "Hanya orang-orang hebat yang mendapatkannya (hujan). Ini cuaca yang sempurna," kata dia.
Polisi memberlakukan penjagaan ketat, menutup jalan-jalan terdekat dengan arena stadion. Namun, kerumunan pelayat pertama masuk tanpa digeledah.
Sementara, dalam pidatonya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan, "Afrika Selatan telah kehilangan seorang pahlawan, kita telah kehilangan seorang ayah, dan dunia telah kehilangan seorang teman tercinta dan mentor."
Sekjen PBB menambahkan, Nelson Mandela lebih dari sekedar salah satu pemimpin terbesar di zamannya. Tapi juga guru terbaik. "Dia mengajar dengan contoh, rela mengorbankan begitu banyak hal dan bersedia untuk menyerahkan segalanya untuk kebebasan, kesetaraan dan keadilan," kata dia.
 "Yang paling menonjol adalah jiwanya yang besar." Yang mengubah kebencian menjadi maaf. Membuat bangsanya bisa menerima masa lalu yang kelam, dan menatap masa depan. Tanpa dendam. (Ein)