Seorang pria Afghanistan mendapatkan suaka di Inggris. Atas dasar keyakinan. Dia seorang ateis.
Pria itu lari ke Inggris, menghindari konflik yang melibatkan keluarganya di Afghanistan pada 2007. Saat itu ia baru berusia 16 tahun.
Lelaki yang namanya sengaja dirahasiakan itu awalnya adalah seorang muslim, namun entah mengapa, selama di Inggris ia berubah haluan. Tak lagi mengakui keberadaan Tuhan.
Para pengacaranya dari Kent Law Clinic, lembaga bantuan hukum Sekolah Hukum University of Kent berdalil, pria tersebut akan menghadapi perkara hukum bahkan hukuman mati jika kembali ke tanah airnya.
Ini mungkin yang pertama bagi Inggris memberikan suaka pada seseorang atas dasar ke-ateisan-nya.
Para pengacaranya mendaftarkan permohonan suaka ke Departemen Dalam Negeri Inggris (Home Office) menggunakan payung hukum 1951 Refugee Convention atau Konvensi 1951 tentang Pengungsi yang bertujuan melindungi seseorang dari pemidaan untuk alasan-alasan terkait ras, keyakinan, kebangsaan, keanggotaan organisasi khusus.
Si pemohon, pria Afghanistan itu selama ini tidak terang-terangan menunjukkan dia ateis. Namun, jika kembali ke Afghanistan, menyembunyikan keyakinannya adalah sesuatu yang tak mungkin.
"Kami berpendapat seorang ateis berhak atas perlindungan dari penganiayaan atas dasar keyakinan mereka, dengan cara yang sama seperti perlindungan kepada orang beragama," kata mahasiswa tahun kedua Claire Splawn yang terlibat dalam pembelaan pria tersebut melalui klinik pengacara Sheona York, seperti dimuat BBC, Selasa (14/1/2014).
Organisasi British Humanist Association mengatakan, ini mungkin kasus pertama yang terkait keyakinan non-agama.
"Kebebasan keyakinan untuk kaum humanis, ateis dan orang-orang non-agama lain adalah sama pentingnya dengan kebebasan umat beragama. Namun, terlalu sering diabaikan oleh pemerintah Barat yang berfokus terlalu sempit pada hak-hak orang-orang Kristen di luar negeri, seperti yang kita lihat baru-baru ini," kata Direktur Eksekutif British Humanist Association, Andrew Copson.
Sementara, pihak Departemen Dalam Negeri mengatakan, "Inggris punya sejarah yang membanggakan untuk memberikan suaka pada mereka yang membutuhkan dengan mempertimbangkan setiap permohonan kasus per kasus." (Ein/Sss)
Baca juga:
Masjid Kekecilan, Gereja di Inggris Tawarkan Ruang untuk Salat
Salut! Didemo, Masjid Inggris Tawari Demonstran Teh dan Main Bola
Umat Muslim, Hindu, Kristen Bentuk Rantai Manusia Lindungi Gereja
Pria itu lari ke Inggris, menghindari konflik yang melibatkan keluarganya di Afghanistan pada 2007. Saat itu ia baru berusia 16 tahun.
Lelaki yang namanya sengaja dirahasiakan itu awalnya adalah seorang muslim, namun entah mengapa, selama di Inggris ia berubah haluan. Tak lagi mengakui keberadaan Tuhan.
Para pengacaranya dari Kent Law Clinic, lembaga bantuan hukum Sekolah Hukum University of Kent berdalil, pria tersebut akan menghadapi perkara hukum bahkan hukuman mati jika kembali ke tanah airnya.
Ini mungkin yang pertama bagi Inggris memberikan suaka pada seseorang atas dasar ke-ateisan-nya.
Para pengacaranya mendaftarkan permohonan suaka ke Departemen Dalam Negeri Inggris (Home Office) menggunakan payung hukum 1951 Refugee Convention atau Konvensi 1951 tentang Pengungsi yang bertujuan melindungi seseorang dari pemidaan untuk alasan-alasan terkait ras, keyakinan, kebangsaan, keanggotaan organisasi khusus.
Si pemohon, pria Afghanistan itu selama ini tidak terang-terangan menunjukkan dia ateis. Namun, jika kembali ke Afghanistan, menyembunyikan keyakinannya adalah sesuatu yang tak mungkin.
"Kami berpendapat seorang ateis berhak atas perlindungan dari penganiayaan atas dasar keyakinan mereka, dengan cara yang sama seperti perlindungan kepada orang beragama," kata mahasiswa tahun kedua Claire Splawn yang terlibat dalam pembelaan pria tersebut melalui klinik pengacara Sheona York, seperti dimuat BBC, Selasa (14/1/2014).
Organisasi British Humanist Association mengatakan, ini mungkin kasus pertama yang terkait keyakinan non-agama.
"Kebebasan keyakinan untuk kaum humanis, ateis dan orang-orang non-agama lain adalah sama pentingnya dengan kebebasan umat beragama. Namun, terlalu sering diabaikan oleh pemerintah Barat yang berfokus terlalu sempit pada hak-hak orang-orang Kristen di luar negeri, seperti yang kita lihat baru-baru ini," kata Direktur Eksekutif British Humanist Association, Andrew Copson.
Sementara, pihak Departemen Dalam Negeri mengatakan, "Inggris punya sejarah yang membanggakan untuk memberikan suaka pada mereka yang membutuhkan dengan mempertimbangkan setiap permohonan kasus per kasus." (Ein/Sss)
Baca juga:
Masjid Kekecilan, Gereja di Inggris Tawarkan Ruang untuk Salat
Salut! Didemo, Masjid Inggris Tawari Demonstran Teh dan Main Bola
Umat Muslim, Hindu, Kristen Bentuk Rantai Manusia Lindungi Gereja