Sukses

`Ramalan` Afrika: Wahai Orang Eropa, Kita Akan Bertukar Takdir...

Bagaimana bila bangsa Eropa yang kaya raya terpaksa menjadi imigran ke Afrika?

Pada 2011 lalu dunia dihebohkan dengan '2012', film bergenre kiamat besutan Roland Emmerich. Adegan demi adegan menggambarkan kengerian, diawali partikel neutrino dibawa oleh cipratan Matahari dan memanggang inti Bumi. Yang terjadi kemudian adalah bencana mahadahsyat--gempa, tsunami, dan pergeseran benua dalam waktu sangat singkat.

Diceritakan, Olimpiade London dibatalkan di tengah situasi luar biasa kacau. Ibu kota di seluruh dunia hancur, gelombang menenggelamkan Gunung Everest. Di bagian akhir dikatakan, Benua Afrika terangkat dan selamat dari bencana tsunami raksasa. Menjadi tempat perlindungan umat manusia untuk memulai hidup dan peradaban yang sama sekali. Semua itu terbukti omong kosong.

Namun, ide bahwa Afrika adalah 'tanah perlindungan' kembali muncul. Konon, pada 2063, semua gunung api di Eropa bangkit dan erupsi, memuntahkan gumpalan tebal abu ke atmosfer.  Awan hitam yang pekat dengan debu menyelimuti langit, seluruh benua berada dalam kegelapan total.

Tak ada cahaya matahari, udara tercemar berat, orang-orang sesak nafas, huru hara terjadi di sana-sini. Untuk selamat, orang harus lari ke selatan, satu-satunya tempat di mana matahari masih bersinar: Afrika.

Kini, 5 dekade sebelum hal itu terjadi, sebuah tayangan televisi berjudul `Usoni` bikinan rumah produksi berbasis di Kenya membalik isu migrasi Eropa. Acara futuristik itu menggambarkan Afrika sebagai harapan terakhir manusia setelah serangkaian bencana alam. Dikatakan, nantinya giliran bangsa Eropa yang ramai-ramai bermigrasi ke Benua Hitam.

Dalam Usoni, mereka mengangkat kisah tentang Ophelia dan Ulysse, pasangan muda yang putus asa mencoba untuk melarikan diri kondisi yang mengerikan di Eropa dan menuju Afrika.

Mereka berangkat dari Lampedusa, pelabuhan di Mediterania. Dua tokoh protagonis itu memulai suatu perjalanan yang sulit, penuh bahaya, dan menuntut pengorbanan ketika mereka mencoba untuk mencapai Danau Turkana di Afrika timur.

Pencipta Usoni, Marc Rigaudis yang asal Prancis mengatakan, acaranya menggambarkan pembalikan tren imigrasi yang berlatar perubahan iklim dan ekonomi yang stagnan di Eropa.

"Tayangan tentang masa depan yang bicara dan menunjukkan apa yang terjadi saat ini," kata dia, seperti dimuat CNN, 27 Januari 2014. "Pesannya sangat kuat dan universal. Seperti membuat dunia bercermin, menguak ketidakadilan yang terjadi selama berabad-abad. Semuanya sangat simbolik."

Bukan tanpa alasan memilih Lampedusa sebagai titik tolak. Puluhan ribu orang berjejal di perahu kayu reyot untuk menyeberangi perairan ganas Laut Mediterania, melarikan diri kemiskinan dan konflik untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Lampedusa juga sebuah peringatan tragis. Menjadi TKP kecelakaan maut kapal imigran yang menewaskan lebih dari 300 orang Oktober 2013 lalu.

Mereka yang berhasil sampai ke Eropa harus menghadapi kenyataan yang tak seindah impian. Menjadi korban pelecehan. "Sangat tidak adil saat memikirkan Eropa mendapatkan banyak kekayaan dan kuasa dari tempat-tempat seperti Afrika. Apa jadinya jika mereka yang di salah satu benua terkaya di dunia harus pindah."

Cherie Lindiwe, sutradara 'Usoni' yang berusia 21 tahun mengatakan, konsep tersebut bisa menyebar ke semua orang di dunia, tak hanya mereka yang ada di Afrika.

"Pada dasarnya ini adalah cerita di mana orang bisa menonton, berdiskusi, mengritik. Memberi kesempatan pada mereka untuk bicara tentang isu yang sangat penting dalam masyarakat," kata dia.

Lindiwe melanjutkan, "Kami ingin bicara pada mereka yang tinggal di luar negeri, yang ada di Barat tentang persepsi mereka pada Afrika. Sebaliknya, menyampaikan pesan harapan para orang Afrika." (Ein/Yus)

Baca juga:

Yutu: Selamat Malam Bumi...,`Kelinci Bulan` China Mati?
Danau Poyang Kering, Akhir Misteri `Segitiga Bermuda` China?
Terkuak, Penyebab `Musim Dingin 1 Dekade` pada Tahun 536 Masehi