Liputan6.com, Guantanamo: Empat tersangka kasus teroris yang ditahan di Penjara Teluk Guantanamo, Kuba, Senin (23/8) ini, akan memberikan kesaksian sebelum kasus mereka ditangani Komisi Militer. Mereka adalah Salim Ahmad Hamdan (34) asal Yaman yang diduga sebagai sopir Usamah bin Ladin, Ali Hamza Ahmad Sulayman al Bahlul (33) asal Yaman, Ibrahim Ahmad Mahmud al Qosi (44), dan David Hicks (29) asal Australia.
Pemerintah Amerika Serikat membentuk Komisi Militer untuk menangani warga negara asing. Komisi ini memiliki standar yang lebih rendah dalam menangani hukum ketimbang pengadilan sipil di AS. Mereka tak memberikan hak bagi sebagian besar tahanan Penjara Guantanamo untuk berhubungan dengan pengacara yang layak. Bahkan, banyak di antara tersangka teroris langsung dinyatakan bersalah ketika tiba di Guantanamo.
Salim Ahmad, Ali Hamza, Ibrahim Ahmad, dan Hicks menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup. Dan mungkin saja mereka juga dihukum mati karena Komisi Militer berkuasa untuk itu. Sudah begitu tak ada proses banding yang independen. Pemerintah AS mengklaim proses pengadilan akan berlangsung adil.
Pengadilan oleh Komisi Militer ini berdasarkan perintah Presiden George Walker Bush pada November, 2001, sebagai cara menuntut tersangka yang diduga terlibat jaringan Al-Qaidah sebagai buntut serangan 11 September 2001. Pengadilan juga dibentuk karena tersangka kasus WTC tak bisa diadili di pengadilan biasa.
Namun, sejumlah pihak, termasuk kelompok hak asasi manusia, meragukan proses pengadilan berlangsung adil. Menurut mereka, AS memiliki wewenang memilih sendiri anggota komisi tersebut. Wendy Patten, direktur Human Rights Watch yang berbasis di New York, AS, mengatakan, dengan peraturan itu, militer bertindak sebagai jaksa, hakim, bahkan juri. Dia khawatir pengadilan tak berlangsung fair. Apalagi, Komisi Militer menutup kemungkinan banding.(SID/Dew)
Pemerintah Amerika Serikat membentuk Komisi Militer untuk menangani warga negara asing. Komisi ini memiliki standar yang lebih rendah dalam menangani hukum ketimbang pengadilan sipil di AS. Mereka tak memberikan hak bagi sebagian besar tahanan Penjara Guantanamo untuk berhubungan dengan pengacara yang layak. Bahkan, banyak di antara tersangka teroris langsung dinyatakan bersalah ketika tiba di Guantanamo.
Salim Ahmad, Ali Hamza, Ibrahim Ahmad, dan Hicks menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup. Dan mungkin saja mereka juga dihukum mati karena Komisi Militer berkuasa untuk itu. Sudah begitu tak ada proses banding yang independen. Pemerintah AS mengklaim proses pengadilan akan berlangsung adil.
Pengadilan oleh Komisi Militer ini berdasarkan perintah Presiden George Walker Bush pada November, 2001, sebagai cara menuntut tersangka yang diduga terlibat jaringan Al-Qaidah sebagai buntut serangan 11 September 2001. Pengadilan juga dibentuk karena tersangka kasus WTC tak bisa diadili di pengadilan biasa.
Namun, sejumlah pihak, termasuk kelompok hak asasi manusia, meragukan proses pengadilan berlangsung adil. Menurut mereka, AS memiliki wewenang memilih sendiri anggota komisi tersebut. Wendy Patten, direktur Human Rights Watch yang berbasis di New York, AS, mengatakan, dengan peraturan itu, militer bertindak sebagai jaksa, hakim, bahkan juri. Dia khawatir pengadilan tak berlangsung fair. Apalagi, Komisi Militer menutup kemungkinan banding.(SID/Dew)