Liputan6.com, Alabama: Otak dikenal sebagai pusat koordinasi tubuh. Namun jika terjadi kerusakan pada jaringan otak, akan berakibat terganggunya sistem koordinasi terhadap bagian tubuh tertentu. Sejumlah pakar saraf di Alabama, Amerika Serikat, baru-baru ini, mengaku gangguan itu bisa disembuhkan. Itu didasari pada pemikiran bahwa organ-organ tubuh mampu untuk menyembuhkan diri, tidak terkecuali otak.
Langkah itu ditempuh dengan memaksa pasien menggunakan bagian tubuh yang lumpuh secara berulang-ulang selama empat jam setiap hari dan lima hari selama sepekan. Gerakan berulang-ulang itu diyakini mampu merangsang jaringan yang rusak untuk membangun jaringan baru. Bila dilakukan secara intensif dan dengan kesabaran penuh maka peluang pasien dapat kembali normal dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sangatlah terbuka.
Para pakar saraf itu memegang prinsip--seperti anggota tubuh lainnya--otak dapat dikondisikan dengan pemberian rangsangan untuk mengembalikan fungsi yang rusak. Metode tersebut sejauh ini masih dalam tahap pengembangan.
Salah seorang pasien--sebut saja Linda--kehilangan kemampuan koordinasi tubuh bagian kanan akibat tindakan medis berupa penyinaran radiasi tinggi. Saat itu upaya tersebut dilakukan untuk membunuh sel tumor yang tumbuh pada otaknya.
Meski pada akhirnya pemberian radiasi berhasil, tak urung sebagian jaringan sel otak Linda rusak. Karena itu, ia kini tidak dapat menggerakkan sebagian organ tubuhnya. Upaya terapi pun dijalani. Ia dapat mulai berjalan. Tapi tingkat keberhasilannya masih setengah-setengah karena pada bagian tangan dan kaki kanan Linda terlihat kaku untuk bergerak.
Sejak dua tahun silam ia mulai mengikuti terapi lanjutan dengan metode rangsangan baru dan mendapat hasil yang cukup mengagumkan. Menurut Dokter Edward Taub, metode baru yang diperkenalkannya membuktikan bahwa otak mampu beradaptasi lebih cepat dari yang diperkirakan. Mengenai dugaan sel otak yang rusak akan menjadi tidak aktif secara permanen ternyata tidak benar. Sebab, ada cara lain untuk mengembalikannya.(AIS/Ijx)
Langkah itu ditempuh dengan memaksa pasien menggunakan bagian tubuh yang lumpuh secara berulang-ulang selama empat jam setiap hari dan lima hari selama sepekan. Gerakan berulang-ulang itu diyakini mampu merangsang jaringan yang rusak untuk membangun jaringan baru. Bila dilakukan secara intensif dan dengan kesabaran penuh maka peluang pasien dapat kembali normal dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sangatlah terbuka.
Para pakar saraf itu memegang prinsip--seperti anggota tubuh lainnya--otak dapat dikondisikan dengan pemberian rangsangan untuk mengembalikan fungsi yang rusak. Metode tersebut sejauh ini masih dalam tahap pengembangan.
Salah seorang pasien--sebut saja Linda--kehilangan kemampuan koordinasi tubuh bagian kanan akibat tindakan medis berupa penyinaran radiasi tinggi. Saat itu upaya tersebut dilakukan untuk membunuh sel tumor yang tumbuh pada otaknya.
Meski pada akhirnya pemberian radiasi berhasil, tak urung sebagian jaringan sel otak Linda rusak. Karena itu, ia kini tidak dapat menggerakkan sebagian organ tubuhnya. Upaya terapi pun dijalani. Ia dapat mulai berjalan. Tapi tingkat keberhasilannya masih setengah-setengah karena pada bagian tangan dan kaki kanan Linda terlihat kaku untuk bergerak.
Sejak dua tahun silam ia mulai mengikuti terapi lanjutan dengan metode rangsangan baru dan mendapat hasil yang cukup mengagumkan. Menurut Dokter Edward Taub, metode baru yang diperkenalkannya membuktikan bahwa otak mampu beradaptasi lebih cepat dari yang diperkirakan. Mengenai dugaan sel otak yang rusak akan menjadi tidak aktif secara permanen ternyata tidak benar. Sebab, ada cara lain untuk mengembalikannya.(AIS/Ijx)