Liputan6.com, Melbourne: Untuk memperkecil kekeliruan yang diperoleh saat menghitung angka yang diperoleh pemain dalam tinju, sejumlah ilmuwan Australia menciptakan sistem komputerisasi, baru-baru ini. Mereka yang berasal dari Universitas Swinburne, Melbourne, Australia merancang sistem komputer yang mampu membaca pukulan petinju dengan cara mendeteksi dampak pukulan terhadap tubuh lawannya.
Sistem penilaian tersebut diharapkan dapat lebih objektif sehingga keputusan juri yang kontroversial tak terjadi lagi. Sebab, selama ini dalam pertandingan tinju keputusan juri kerap memicu perdebatan. Juri terkadang dinilai berat sebelah, sehingga pihak lawan meragukan keabsahan hasil pertandingan. Padahal bukan tidak mungkin juri bermaksud adil, namun ia melewatkan sebuah pukulan yang berlangsung sangat cepat. Alhasil, petinju yang seharusnya berhak mendapat tambahan angka, menjadi kecewa.
Untuk mengaktifkan sistem ini, petinju terlebih dulu harus mengenakan pelindung kepala, rompi, dan tangan dengan sarung tinju. Di dalamnya terselip alat sensor dan alat komunikasi nirkabel yang terhubung ke komputer. Jadi, jika petinju melepaskan pukulan ke arah lawan, dampaknya dapat langsung terlihat di layar komputer.
Menurut salah satu penemuan sistem ini yakni Jason Hayes, pada awal penciptaannya sistem itu diciptakan sebagai alat bantu latihan yang dapat merekam frekuensi dan kekuatan pukulan petinju. Namun belakangan mereka menyadari, penemuannya itu memiliki fungsi yang lebih dari sekadar latihan karena mampu mewujudkan hasil pertandingan yang lebih objektif.
Kendati demikian, pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak. Pelatih tinju Ray Giles mengatakan, sistem itu perlu perbaikan. Beberapa unit sistem yang diujinya dinilai tak mampu bertahan lama hingga pertandingan selesai. Hal ini tentunya sangat mengganggu jalannya pertandingan.
Meski demikian, menurut Hayes, ciptaannya ini justru mendapat pujian dari para atlet yang telah mencobanya. Para petinju mengagumi sistem ini terutama dalam hal ketajaman sensornya. Hayes dan rekan-rekan berharap, sistem ini dapat dipakai dalam pesta olahraga dunia Olimpiade, suatu hari kelak.(AIS/Idr)
Sistem penilaian tersebut diharapkan dapat lebih objektif sehingga keputusan juri yang kontroversial tak terjadi lagi. Sebab, selama ini dalam pertandingan tinju keputusan juri kerap memicu perdebatan. Juri terkadang dinilai berat sebelah, sehingga pihak lawan meragukan keabsahan hasil pertandingan. Padahal bukan tidak mungkin juri bermaksud adil, namun ia melewatkan sebuah pukulan yang berlangsung sangat cepat. Alhasil, petinju yang seharusnya berhak mendapat tambahan angka, menjadi kecewa.
Untuk mengaktifkan sistem ini, petinju terlebih dulu harus mengenakan pelindung kepala, rompi, dan tangan dengan sarung tinju. Di dalamnya terselip alat sensor dan alat komunikasi nirkabel yang terhubung ke komputer. Jadi, jika petinju melepaskan pukulan ke arah lawan, dampaknya dapat langsung terlihat di layar komputer.
Menurut salah satu penemuan sistem ini yakni Jason Hayes, pada awal penciptaannya sistem itu diciptakan sebagai alat bantu latihan yang dapat merekam frekuensi dan kekuatan pukulan petinju. Namun belakangan mereka menyadari, penemuannya itu memiliki fungsi yang lebih dari sekadar latihan karena mampu mewujudkan hasil pertandingan yang lebih objektif.
Kendati demikian, pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak. Pelatih tinju Ray Giles mengatakan, sistem itu perlu perbaikan. Beberapa unit sistem yang diujinya dinilai tak mampu bertahan lama hingga pertandingan selesai. Hal ini tentunya sangat mengganggu jalannya pertandingan.
Meski demikian, menurut Hayes, ciptaannya ini justru mendapat pujian dari para atlet yang telah mencobanya. Para petinju mengagumi sistem ini terutama dalam hal ketajaman sensornya. Hayes dan rekan-rekan berharap, sistem ini dapat dipakai dalam pesta olahraga dunia Olimpiade, suatu hari kelak.(AIS/Idr)