Liputan6.com, Jakarta Anak-anak jalanan yang berseliweran di tengah kemacetan lalu lintas Jakarta sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi kita. Kondisi ini bak potret Indonesia seccara keseluruhan. Seharusnya anak-anak usia dini ini belajar, duduk di bangku sekolah. Namun, Â entah mengapa demi mencari nafkah anak-anak ini rela turun ke jalanan.
Terik matahari, debu jalanan, dan air hujan menjadi teman sejati para anak jalanan saat mencari lembar demi lembar uang untuk bertahan hidup. Botol minuman bekas berisi segenggam beras, sebuah amplop putih, dan beberapa bait lagu menjadi senjata khas anak jalanan melakukan aksinya di jalan. Lampu pengatur lalu lintas menjadi tempat mereka bersandar menunggu rezeki yang akan datang hari itu.
Seperti halnya yang dialami kedua anak jalanan yang masih tergolong balita, Angga (5) dan Ahmad (4). Keduanya menyanyi dengan iringan musik dari beras, menyetop satu kendaraan ke kendaraan lainnya. Tubuh mungil mereka berseliweran di sepanjang jalan sekitar Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tidak ada ekspresi takut dari wajah anak-anak ini. Yang ada hanya tawa riang menghiasi keseharian mereka.
'Saya Senang' kalimat itu selalu keluar dari mulut mungil mereka saat bercengkrama bersama Tim Health Liputan6.com.
"Ya itu ungkapan hati mereka, Angga dan Ahmad mungkin berpikir ini seperti sedang main. Lari ke sana ke sini dan menyanyi sambil ngecrek (membunyikan botol berisi beras) dan dapat uang," kata Rum (21), Kakak Angga, Selasa (25/3/2014).
Angga memang tidak sendirian di jalan. Sang kakaklah yang kerap menemani dan memperhatikan gerak-gerik bocah itu. "Saya juga ngamen bareng Angga, tapi kita pisah tidak jauh supaya masih bisa ngawasin adik saya itu. Mungkin karena terbiasa di jalan sehingga Angga tidak takut lagi dengan kendaraan. Khawatir sih ada, tetapi ya mau bagaimana lagi, kami butuh makan," kata Rum.
Tidak hanya Angga, Ahmad pun diajak sang kakak ngamen setiap harinya. "Kita berangkat dari jam 10 pagi paling sampai jam 5-an. Ahmad tidak pernah jauh ngamennya, dia suka nangis," kata Pur (16), Kakak Ahmad.
Penghasilan mereka setiap harinya terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. "Kita dapat kadang Rp 50.000, tapi sering juga Rp 40.000. Cukuplah untuk menyambung hidup kami," kata Rum.
Rum mengaku tidak pernah memaksa Angga untuk mencapai target pendapatan. "Saya mah tidak maksa Angga. Berapa saja yang Angga dapat, ya bersyukur saja," kata Rum.
Kejar-kejaran dengan petugas sudah sering mereka alami, namun tidak membuat mereka kapok. "Ya kalau kapok nanti kita makan apa. Kalau ada trantib ya kita ngerit (keliling ngamen). Sudah sering sekali kejar-kejaran, kita kabur saja," kata Rum.
Potret Indonesia
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menganggap pemandangan tersebut, yakni masih banyaknya anak jalanan yang selalu menghiasi perempatan lampu merah di jalanan Kota jakarta merupakan potret sebenarnya Indonesia.
Kemiskinan struktural yang digadang-gadang menjadi alasan mereka mencari nafkah di jalan. "Jangan malu. Memang seperti itu. Kalau malu ayo cari solusi untuk mereka. Anak jalanan dan joki-joki 3 in 1 adalah potret Indonesia yang sebenarnya. Miskin lagi-lagi menjadi faktor pendorong yang memaksa mereka mencari uang di jalan," kata Arist, Selasa (25/3/2014).
Walaupun anak jalanan, Arist berharap mereka terlindungi dari bahaya apa pun. "Tetap saja kalau dia usianya masih anak-anak harus mendapatkan perlindungan. Ini tugas kita semua, memelihara mereka. Jangan sinis dulu dengan mereka. Mau menyuruh mereka berhenti pun sulit kalau tidak ada solusi pasti yang menjamin kehidupan mereka," kata Arist.