Liputan6.com, Jakarta Tak ada pasangan suami istri yang ingin bercerai. Tapi, di Indonesia jumlah perceraian cukup tinggi yakni 333 ribu per tahunnya. Angka ini muncul menyusul adanya revisi Undang-undang (UU) Pernikahan yang mencantumkan batas usia pernikahan 16 tahun pada perempuan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh mempertanyakan revisi UU itu mengingat usia 16 tahun masuk dalam usia sekolah sehingga akan berdampak pada masa depan seorang perempuan. Menurutnya, pernikahan memerlukan tiga perspektif yakni kematangan dari sisi fisik, psikologis, dan dari sisi ekonomi.
"Tapi kalau usia 16 tahun kan masih SMA kelas 1, paling tidak nunggu sampai lulus lah usia 19 tahun. Karena pernikahan perlu komitmen untuk memberikan pengasuhan kepada anaknya, dan banyak implikasinya kalau menikah terlalu muda," kata Nuh di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (26/3/2014).
Pernikahan dini (muda), menurut Nuh, dapat memicu peningkatan jumlah perceraian. Setiap tahun tercatat ribuan kasus perceraian yang terdaftar di pengadilan. "Angka perceraian sekarang 333 ribu per tahun. Artis paling 10 orang. Itu disebabkan karena kematangan dia dalam berkeluarga belum cukup," cetusnya.
Terkait dampaknya terhadap bonus demografi, Nuh mengatakan, tantangan Indonesia berada di usia 10-19 tahun dan 0-9 tahun. Sebab ke depan, penduduk usia tersebut akan semakin berkembang dan masuk ke usia produktif. "Yang usia 10-19 tahun ada 43,72 juta jiwa, dan 0-9 tahun sebanyak 45,97 juta. Inilah taruhan kita, di mana kita tidak boleh biarkan anak-anak ini putus sekolah. Kita perlu mempersiapkan pendidikan formal dan non formal karena mereka adalah masa depan kita," kata Nuh.
Jumlah Perceraian Pasutri di Indonesia 333 Ribu per Tahun
Jumlah perceraian di Indonesia cukup tinggi yakni 333 ribu per tahunnya. Angka ini muncul menyusul adanya revisi UU Pernikahan.
Advertisement