Liputan6.com, Pontianak Buasin (32) datang bersama istri tercintanya Mailani (22) untuk membawa anaknya Muhammad Nafi yang mengalami penyakit tumor yang menggerogoti wajah bayinya. Ia rela datang jauh dari sebuah wilayah terisolir jauh dari pusat keramaian ibukota Povinsi yakni di Dusun Baru Lestari, RT 008, Desa Satai Lestari, Kecamatan Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, ke Pontianak.
Kepada Liputan6.com, ia bercerita tentang perjuangan untuk anak kesayangan itu. Untuk mengobati penyakit tumor yang menggerogoti wajah bayinya Muhammad Nafi, pasutri itu tak pernah mengenal lelah meski cobaan bertubi-tubi menghampiri keluarga tak berada ini seperti ditulis Senin (31/3/2014).
Dari kondisi anaknya yang sakit, hingga buruknya pelayanan rumah sakit terhadap pasien dari keluarga miskin ini. Muhammad Nafi lahir dengan wajah tak normal 10 hari yang lalu. Akibat tumor ini, bayi laki-laki ini seolah memiliki dua kepala. Ini merupakan kenyataan pahit yang harus diterima dengan ikhlas Buasin dan Mailani.
Perasaan campur aduk menghinggapi kedua insan ini. Selain harus memikirkan biaya operasi, keluarga tak mampu ini juga harus memikirkan biaya hidup sehari-hari selama berada di rumah sakit. Pekerjaaan Buasin, yang hanya petani tradisional membuatnya mendapat penghasilan tak menentu. Tentu ini tak cukup menanggung biaya operasi Muhammad Nafi. Bahkan Buasin sempat pasrah dengan keadaan anaknya dan tak bersedia membawa anaknya ke rumah sakit akibat ketiadaan biaya.
Rasa empati yang mengalir dari sejumlah donatur untuk membantu biaya operasi Muhammad Nafi terus mengalir. Namun empati dari para donator ini nyatanya berbanding terbalik dengan pelayanan rumah sakit tempat Nafi dirawat. Terutama, para perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso Pontianak yang menerima bayi ini dari rujukan Rumah Sakit Agoes Djam Kabupaten Ketapang. Sikap petugas medis ini seakan tak ramah.
Belum genap sehari di rawat di ruang Perinatologi Rumah Sakit dr Soedarso Pontianak, bayi Muhammad Nafi terpaksa `terusir`.
"Saya dipingpong ke sana kemari untuk mengurus kartu Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, padahal saya datang kemari bersama perawat. Dan perawat telah mengurus semua administrasi ini dari Kabupaten Ketapang. Saya benar-benar tidak tahan. Dan saya ingin hari ini anak saya keluar dari rumah sakit ini," kata Buasin penuh dengan perasaaan kecewa kala itu.
Bahkan saat berada di rumah sakit dr Soedarso Pontianak, Buasin mengaku kerap dimarahi perawat. Tak hanya itu, Buasin dan istrinya yang ingin mendampingi bayinya, malah diminta keluar ruangan."Bagaimana saya mau mengurus obat bagi bayi saya, jika saya dan istri dilarang masuk begini," keluhnya saat berada di luar pagar ruang perawatan.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso Pontianak, dr Gede Sanjaya, tak menampik permasalahan tersebut. Menurut dia, kunjungan besuk pasien telah diatur. Namun untuk keluarga yang pasiennya di rawat di ruang khusus, memang diwajibkan berada di luar untuk kepentingan perawatan dan keselamatan pasien dalam masa perawatan.
"Bayi itu dipaksa keluar dari rumah sakit ini karena keinginan kedua orangtuanya," katanya.
Dokter bedah anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso Pontianak, dr Hermanto mengatakan, operasi bayi Muhammad Nafi bukanlah kebutuhan mendesak, apalagi mengingat bayi ini masih berusia 10 hari sehingga terlalu berisiko apabila dilakukan operasi segera. "Kondisi bayi stabil dan semua fungsi organnya berfungsi baik, hanya saja di bagian wajah terserang tumor ganas yang menyebabkan terjadinya pembengkakan yang cepat," jelas Hermanto.
Tumor wajah ini, lanjut Hermanto, menyebabkan tulang tengkorak bayi di sisi kanan tidak terbentuk yang menyebabkan otak bayi sedikit keluar, begitu juga mata kanan bayi yang tertutup akibat pembengkakan.
"Inilah yang menyebabkan bayi ini seolah memiliki dua wajah, namun operasi baru dapat dilakukan saat bayi berusia 3 bulan,” katanya.
Penyakit tumor wajah yang menyerang di masa dalam kandungan seperti Muhammad Napi jarang terjadi. Penyebabnya bisa disebabkan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini seperti ibunya yang mengkonsumsi obat keras saat masa kandungan. "Untuk pemeriksaan lanjutan dibutuhkan CT Scan, untuk mengetahui penyakit ini, dengan melibatkan dokter bedah syaraf," jelasnya.
Sejak ‘terusir’ dari rumah Sakit dr Soedarso Pontianak, bayi `berwajah dua’ ini kini menjalani perawatan di Rumah Sakit swasta Santo Antonius Pontianak. Namun keluarga berencana akan membawa bayi ini ke Jakarta apabila rumah sakit di Pontianak tidak mampu melakukan operasi. (Raden AMP)
Baca Juga
Baca Juga:
Advertisement