Liputan6.com, Jakarta Minimnya lahan untuk bercocok tanam menjadi kendala besar bagi masyarakat perkotaan yang memiliki hobi berkebun atau ingin mendapat keuntungan ekonomi dari bercocok tanam. Salah satu teknik yang sudah lama dan bisa diterapkan adalah dengan metode tanam hidroponik. Metode ini cukup efektif dan menjanjikan.
Karena itu Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mencoba menerapkannya untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus menyehatkan masyarakat dengan membangun green house di depan rumah susun Marunda, Jakarta Utara.
Dalam sebuah kesempatan, tim Health Liputan6.com mencoba melihat langsung green house beserta tanaman yang ada di dalamnya serta melihat bagaimana prosesnya.
Bagian Produksi dari Green House Marunda Hijau, Desi Firanti menjelaskan bahwa metode hidpronik adalah metode bercocok tanam yang tidak memerlukan media tanah. Hanya mengandalkan air dengan jumlah yang cukup banyak, serta perhatian khusus layaknya merawat seorang bayi.
"Tanaman di sini harus dicek satu per satu. Daun yang layu, harus digunting. Harus dilihat juga, ada hama atau kupu-kupu. Pokoknya harus dirawat dengan benar," kata Desi, ditulis Rabu (23/4/2014)
Masa panen untuk metode ini, hampir mirip dengan metode bercocok tanam lainnya, berkisar 27 hari sampai satu bulan. Tapi, ada baiknya untuk memanen sayur-sayuran itu di hari ke-26, 27, dan 28 untuk mendapatkan rasa yang segar. Saat memanen di hari ke-30, rasa sayuran itu akan sangat pahit, layaknya kita meminum segelas jamu.
Lima jenis sayuranÂ
Saat ini, para petani di Green House Marunda Hijau baru menanam lima sampai enam jenis sayuran. Sedikitnya lahan yang dibangun, membuat tidak semua bibit dapat ditanam dengan metode hidroponik.
"Untuk tanaman yang menggunakan metode hidroponik baru sekitar lima. Itu berdasarkan macam yang kira-kira dapat dimanfaatkan dan dijual cepat. Ya, selain memang lahannya yang masih segini saja. Ini kan masih percontohan," kata Desi lagi.
Ada pun sayuran yang ditanam menggunakan metode hidroponik adalah pakcoi, selada, sawi, cabai, dan selederi. "Selada di sini jadi inceran para pedagan hamburger di SD gitu. Sedangkan sawi, diincar sama pedagang pangsit. Pedagang pangsit di sini, sawi yang digunakan berasal dari green house ini," kata Desi.
Untuk proses penanaman, Desi menjelaskan, terlebih dulu bibit-bibit disemai di dalam rokul (media seperti spos) dan dibasahi. Tujuh hari kemudian, para petani akan mengecek apakah sudah tumbuh daun dari tanaman itu. Bila ditemukan ada dua daun tumbuh, barulah dipindahkan ke pot yang akan dimasukan ke dalam modul yang dialirin air dan nutrisi.
"Kalau tanaman yang baru sampai tahap 'menunggu', hanya dibasahi dan tidak diberikan nutrisi," kata Desi menambahkan.
Nutrisi adalah bubuk semacam pupuk, yang dilarutkan ke dalam air, dan nantinya akan dialirkan bersama air ke banyak tanaman yang sudah masuk ke dalam pipa.
Setelah sebulan, maka tanaman itu akan dipanen dan siap dijual ke pedagang sayuran atau warga rusun yang memerlukannya. "Harganya, kita jual rata dengan harga Rp. 10 ribu per kilo. Bahkan jauh-jauh sebelum panen, sudah ada permintaan sampai 50 kilo sayuran," kata Desi lagi.
Dalam penerapan metode hidroponik, para petani harus memerhatikan jumlah air yang digunakan tiap harinya. Untuk di Green House Marunda Hijau saja, air yang dibutuhkan sebanyak 2.000 liter per hari, yang berasal dari toren berukuran besar.
Semua petani yang terlibat mengurus tanaman di green house itu, awalnya tidak memiliki keahlian khusus dalam bercocok tanam dengan metode hidroponik. Beruntung, Jokowi tidak hanya menyerahkan green house itu begitu saja, melainkan juga memberikan para petani pelatihan khusus selama beberapa hari.
Tak butuh waktu lama, para petani itu sudah mahir dalam mengurus banyak tanaman yang ada di sana.