Liputan6.com, New York Tidur pria dan perempuan ternyata berbeda. Perempuan membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur dan lebih merasa ngantuk. Mereka juga kurang tidur dan berisiko tinggi mengalami insomnia dibanding pria. Mengapa itu terjadi?
Menurut Society for Women's Health Research (SWHR), pemahaman mengapa jenis kelamin memengaruhi perbedaan tidur masih dipelajari. Sebagian besar literatur medis tidur berfokus pada sleep apnea yang sering dialami pria.
Direktur SWHR, Monica Mallampalli, Ph.D., MSc, menjelaskan, ketika membicarakan perempuan dan tidur, tak ada momentum di dalamnya.
"Perempuan dan laki-laki menggambarkan pengalaman mereka dengan gangguan tidur yang berbeda. Misalnya, dengan sleep apnea, pria melaporkan mendengkur, terengah-engah dan mengantuk. Sementara itu, wanita cenderung melaporkan kelelahan, insomnia dan depresi," kata Mallampalli.
Menurut para pakar, perempuan yang kurang tidur di malam hari kemungkinan diasumsikan karena pramenstruasi atau menopause. "Perubahan hormonal tampaknya berperan besar pada gangguan tidur perempuan," kata Mallampalli.
Ia mengatakan, perempuan berisiko tinggi mengalami insomnia ketika menstruasi dan selama menopause. Sementara, pada perempuan hamil yang sering terjadi adalah sindrom kaki gelisah dibandingkan pria dan wanita yang belum pernah memiliki anak.
"Hubungan yang tepat antara hormon dan tidur belum ditemukan," katanya.
Wanita yang mengalami gangguan tidur saat dilakukan tes tak menunjukkan masalah. Tapi, ini tak terjadi pada pria. Kaum pria umumnya mengalami sleep apnea dengan mendengkur, mendengus, atau bangun terengah-engah. Di sisi lain, wanita lebih mungkin melaporkan merasa kelelahan dan depresi.
Christine Carter, Ph.D., MPH, dari SWHR mengatakan, penelitian lanjut diperlukan untuk mengetahui perbedaan tidur untuk mengetahui perawatan yang baik bagi pria dan perempuan. Dengan diagnosis yang lebih baik maka gangguan tidur bisa dicegah.