Liputan6.com, New York Liburan sekolah biasanya dipilih orangtua untuk menyunatkan anaknya. Memang, sunat sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Karena, semakin tua usia anak maka risiko komplikasi meningkat. Inilah yang menjadi alasan kenapa dokter mendorong orangtua menyunatkan anak laki-laki ketika lahir.
Temuan tersebut dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics. Peneliti di Institute for Health Metrics and Evaluation, University of Washington, Seattle, menganalisa data dari 1,4 juta anak laki-laki. Hasilnya, anak laki-laki yang melakukan sunat sebelum mencapai usia 1 tahun memiliki kesempatan 0,5 persen mengalami peristiwa yang merugikan. Risiko semakin besar pada anak laki-laki usia 1 sampai 10 tahun yakni sebesar 10 sampai 20 kali lipat.
"Studi kami memberikan bukti lebih rinci tentang tingkat dan jenis efek samping yang berhubungan dengan sunat laki-laki. Ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang telah menemukan bahwa tingkat efek samping usai sunat pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada bayi," kata Dr Charbel El Bcheraou, penulis dan profesor di Global Health at the Institute for Health metrics and Evaluation, the University of Washington, seperti dilansir Medicaldaily, Rabu (14/5/2014).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efek samping yang dimaksudkan termasuk rasa sakit, pendarahan yang berlebihan, pemotongan kulit yang berlebihan, kerusakan pada penis, sulit pipis, jaringan parut atau cacat, pembengkakan berlebihan, dan infeksi.
WHO mendorong dilakukan sunat dalam rangka mengurangi tingkat HIV, yang dapat menurunkan risiko infeksi hingga 60 persen .
Peneliti juga menemukan, kerusakan pada uretra terjadi pada sekitar 0,8 per satu juta khitanan. Sementara itu, kejadian memotong terlalu banyak kulup terjadi sekitar 702 per satu juta khitanan.
Sunat merupakan prosedur yang melibatkan pemotongan kulup yang menutupi ujung penis. Keputusan tersebut didasarkan beberapa faktor. Orangtua memilih waktu sunat karena berbagai alasan, termasuk agama, sosial, budaya, atau manfaat kesehatan. Namun, melihat risiko yang meningkat hingga 10-20 kali, orangtua paling aman memilih waktu ketika berusia 1 tahun.
"Terkadang sunat ditunda karena masalah kesehatan pada bayi baru lahir atau bayi kurang cakupan asuransi. Dalam situasi lain, pilihan menunda mungkin hanya pribadi," kata Bcheraoui.
Dengan temuan ini peneliti mengungkapkan, usia berperan dalam meningkatnya risiko operasi, orangtua juga mungkin merasa tertekan untuk memutuskan sunat lebih cepat dibanding nanti.