Sukses

Butuh Waktu Jadikan Tanaman Herbal Sebagai Obat

Hanya saja, penelitian yang membuktikan bahwa obat herbal bermanfaat untuk penyembuhan suatu penyakit belum begitu mendalam.

Liputan6.com, Surabaya Tanaman herbal di Indonesia memiliki potensi besar sebagai obat. Hanya saja, penelitian yang membuktikan bahwa obat herbal bermanfaat untuk penyembuhan suatu penyakit belum begitu mendalam. Padahal, Indonesia merupakan negara kedua setelah Brasil yang memiliki banyak tanaman kayak obat.

"Sampai sekarang belum berkembang. Justru yang berkembang dari Cina. Termasuk produk SOHO ini, tanaman yang digunakan berasal dari Cina," kata Prof. Dr. dr. Ignatius Riwanto, Sp.BD dalam Seminar Natural Wellness Symposium SOHO Global Health di Grand Ballroom Grand City, Surabaya, Jawa Timur, ditulis Health Liputan6.com pada Senin (23/6/2014)

Kepala Divisi Bedah Digestive Departemen Bedah RSUP Dr. Kariadi Semarang, mengatakan, hasil penelitian ini diharapkan merangsang banyak penelitian lain untuk dilakukan di Indonesia. "Padahal, jenis tanaman kayak obat di Indonesia jauh lebih bagus ketimbang di China. Cuma, karena eksplorasi belum mendalam, sehingga belum bisa dilakukan hal seperti ini," kata Ignatius menambahkan.

Menurut Ignatius, untuk suatu obat berbahan herbal seperti jamu dan fitofarmaka masuk ke dalam jalur kedokteran formal, dibutuhkan tahap demi tahap penelitian yang cukup pelik dan mahal. Selain itu, juga harus terbukti aman untuk manusia.

"Untuk jenis obat Stobled ini memang berbahan herbal dari China. Hasil penelitian untuk obat ini sudah sangat mendalam. Sudah ada jurnal-jurnal internasionalnya. Sehingga, kami pun mantap untuk memakainya," kata Ignatius menerangkan.

Lagi pula, kata Ignatius menambahkan, kalau satu obat tertentu belum didukung suatu riset, seorang dokter enggan untuk menggunakannya. Sebab, kita harus tahu dulu apakah obat itu aman atau tidak, dan bermanfaat atau tidak.

"Seperti yang dibicarakan dalam forum ini. Masing-masing obat herbal ada bukti-buktinya," kata Ignatius meyakinkan.

Video Terkini