Sukses

Kerajaan Belanda Dukung Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan

Kerajaan Belanda Dukung Program Peningkatan Gizi Ibu, Bayi, dan Anak Dalam Rangka Gerakan 1.000 HPK di Jawa Timur, Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Pola konsumsi remaja putri Indonesia saat ini tak menutup kemungkinan menyebabkan risiko anemia atau kekurangan darah. Bila tiba saat mereka menikah, dan pola makan tidak diubah, anak yang lahir dari rahimnya berisiko mengalami berat badan lahir rendah (BBLR). Bahkan, gagal tumbuh dan meninggal dunia.

"Makanya, kenapa ada 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Sebab, itu merupakan Golden Periode untuk masa depan yang lebih baik. Dalam hal ini, memiliki anak yang lahir dan besar dalam keadaan normal," kata  Ir. Doddy Izwardy, MA di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Senin (14/7/2014)

Lanjut Doddy, salah dua propinsi di Indonesia yang jumlah balita dalam kondisi stanting (anak lahir pendek) cukup tinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur. Di NTT, kondisi ini disebabkan faktor ibu hamil dan kemiskinan yang mengintari kehidupan masyarakat di sana. Sehingga, untuk membeli sesuatu, mereka sulit melakukannya, karena tidak memiliki cukup uang.

"Sedangkan di Jawa Timur, yang sudah tergolong modern dan kota, dilihat dari mutu gizi perorangannya. Dan itu tergantung dari pola konsumsi masyarakatnya. Penerapan gizi tiap invidu berbeda. Nah, yang berbahaya, kalau mereka sampai tidak mengetahuinya," kata Doddy menerangkan.

Mengetahui kondisi ini, terang Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, membuat pihak luar turut prihatin, dan melahirkan produk pangan agar berat badan balita-balita di sana mengalami kenaikan.

Demi mendukung gerakan 1.000 Hari Pertama Kelahiran (Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1.000 Hari Pertama Kehidupan), Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) menginisiasi sebuah rangkaian kegiatan yang komprehensif dalam upaya peningkatan gizi ibu, bayi, dan anak khususnya di Propinsi Jawa Timur.

GAIN bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan mendapat dukungan dana bantuan dari Pemerintah Kerajaan Belanda.

"Dana yang dikucurkan sebesar 3.00.000 dollar Amerika untuk 3 tahun, dimulai dari 2014 diakhiri 2016," kata Country Manager GAIN Indonesia, Ravi Menon.

Melalui rangkaian kegiatan ini, terang Ravi, GAIN akan memperkenalkan sebuah model pelaksanaan dengan biaya yang efektif dari sebuah paket intervensi yang lengkap, untuk mengurangi kasus balita pendek dan memperbaiki status gizi ibu hamil dan balita.

Ada pun komponen kegiatan yang tercakup dalam kerjasama ini yaitu peningkatan akses dan ketersediaan produk gizi yang berkualitas untuk anak dan ibu. Baik melalui pasar komersial, atau melalui sistem layanan kesehatan.

"Kampanye perubahan perilaku dalam praktik pemberian ASI dan pemberian makanan pada bayi dan anak melalui berbagai macam sarana termasuk media massa, aktifasi masyarakat maupun konseling individual, penguatan sistem kesehatan untuk layanan gizi ibu hamil serta anak, dan perbaikan akses untuk air minum melalui sistem penyaringan air minum berkualitas tinggi, serta intervensi kesehatan dan kebersihan lainnya," kata Ravi.

Menurut Ravi, GAIN telah bekerja sangat erat dengan Kemenkes dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dan Malang untuk mengembangkan suatu rangkaian kegiatan yang sejalan dengan prioritas Kemenkes.

"Kami pun turut mengucapkan terimakasih kepada Kerajaan Belanda atas dukungan mereka kepada upaya yang dilakukan bersama ini," kata Ravi