Sukses

Tarif Paket RS yang Ikut JKN Segera Diubah

Ketimpangan tarif paket akan segera diperbaiki.

Liputan6.com, Jakarta Sekitar 39 tarif paket atau Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) yang selama ini berlaku di RS sejak Jaminan Kesehatan Nasional berlaku, rencananya akan diubah. Perubahan ini akan dilakukan lantaran adanya sejumlah tarif yang terlalu rendah dan tinggi.

Seperti disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron Mukti saat hadir dalam Focus Group Discussion International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) di WTC, Selasa (19/8/2014) bahwa ketimpangan tarif paket akan segera diperbaiki.

"RS rujukan tipe A ( rumah sakit pusat) dan Tipe B itu ketimpangannya bisa sampai 50 persen. Padahal dalam Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tidak ada istilah RS tipe A, B, C, D yang ada RS tingkat primer dan lanjutan yang ada dalam satu wilayah, kabupaten atau kota. Inginnya semua standar tarif sama, tapi kan tidak mungkin. Jadi Kementerian Kesehatan melihat perlu adanya evaluasi tarif agar kesenjangan ini dapat diminimalisir," katanya.

Wamenkes menyontohkan, untuk tarif yang dinaiikan semisal tarif untuk bedah saraf. Pada tindakan tertentu, ia menilai perlu ada kenaikan tarif. Sementara ada pula tarif yang kelebihan seperti dialisis, yang saat ini sebesar Rp 1,3 juta. Padahal sebelum ada JKN, pengeluaran dialisis hanya Rp 600 ribu.

"Basis inacbgs itu data RS dulu. Dulu, ada yang menyetor data dengan baik tapi juga ada yang tidak sehingga data sebelumnya kadang tidak sesuai realitas. Tapi karena JKN sudah implementasi Januari, data lengkap dan terkumpul maka dilakukan revisi. Sebenarnya perbedaan tarif ini tidak terlalu jauh bedanya. Seandaiya tidak direvisipun tidak jadi masalah hanya jadi kuarang adil karena ada kelebihan dan kekurangan," jelasnya.

Namun demikian, Wamenkes menambahkan, perubahan tarif ini tidak akan memengaruhi RS tipe C dan tipe D karena perubahan ini dipandang dari nilai keekonomian. "Kami sudah ada simulasi menyangkut ketersediaan dana, dana cadangan, dana untuk klaim pasca pelayanan kesehatan, sehingga kami masih melihat efektifnya."