Liputan6.com, Jakarta Meski pembatasan penggunaan antibiotik telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Tapi bebasnya peredaran antiobiotik ternyata masih menjadi tantangan bagi Kementerian Kesehatan.
Masalahnya, menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, efek samping antibiotik kadang menjadi tidak tepat dan cenderung menimbulkan resistensi. Dan penggunaan antibiotik ini juga bukan hanya diberikan pada manusia tapi penyalahgunaannya juga terjadi pada hewan.
"Penggunaan antibiotika pada hewan atau manusia, membuat resistensi atau tidak mempan. Ini yang dikhawatirkan, jumlah antibiotik makin lama makin bertambah. Dan pengusaha sering pakai antibiotik untuk membuat hewannya gemuk. Sedangkan manusia juga begitu. Beberapa dokter mudah memberikan antibiotik, padahal kalau penyakitnya virus, tidak perlu," kata Menkes usai menutup acara pertemuan Global Health Security Agenda (GHSA) di Hotel Shangrila, Jakarta, Kamis malam, ditulis Jumat (22/8/2014).
Untuk itu, Menkes dan sejumlah negara yang berkomitmen dalam GHSA berencana membuat regulasi mengenai persyaratan siapa saja yang boleh membeli antibiotik dan membuat route map seperti negara lain untuk mengurangi penggunaan antibiotik. "Peraturan ini akan dilakukan bertahap dan pengunaannya yang rasional saja."
Pada manusia, intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcuspneumoniae(SP), Staphylococcusaureus, dan Escherichiacoli.
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci ( VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-SpectrumBeta-Lactamase (ESBL), Carbapenem Resistant Acinetobacterbaumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis. Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan.
Menkes akan Atur Regulasi Pembatasan Antibiotik
Bebasnya peredaran antiobiotik ternyata masih menjadi tantangan bagi Kementerian Kesehatan.
Advertisement