Sukses

Jangan Anggap Remeh Orang dengan Bibir Sumbing

PABMI berharap seluruh masyarakat menerima dengan tangan terbuka kehadiran orang dengan kondisi bibir sumbing

Liputan6.com, Jakarta Rendahnya stigma masyarakat Indonesia terhadap pasien dengan kondisi celah bibir dan langit-langit (CBL), membuat Persatuan Ahli Bedah Mulut dan Maksilofasial Indonesia (PABMI) berharap, seluruh masyarakat menerima dengan tangan terbuka kehadiran mereka tanpa memandang bagaimana kondisi yang disandangnya.

"Kami semua berharap, pasien CBL harus diterima sebagai individu normal. Walaupun mereka ada masalah pada bibir dan langit-langitnya, mereka tidak memiliki masalah dengan kecerdasan. Itulah yang harus dibedakan," kata Kepala SMF Bedah Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Asri Arumsari, drg, SpBM kepada Health-Liputan6.com di Bandung, Jawa Barat, ditulis pada Senin (8/9/2014)

Seperti dikatakan Asri, pandangan terhadap pasien CBL sangatlah menyedihkan. Parahnya, stigma di sini sampai mengakar kepada budaya yang menganggap bahwa orang dengan CBL pantas dijadikan simbol sebagai sosok orang desa yang bodoh dan tolol. "Bahkan tidak jarang, kondisi ini dijadikan objek komedi," kata dia menambahkan.

Wanita yang juga menjabat sebagai Direktur International Fellowship for Cleft Surgery menerangkan, orang dengan CBL juga memiliki potensi yang sempurna untuk tumbuh dan berkembang. Maka itu, dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan, dan jangan dibatasi oleh stigma yang membuat mereka merasa dicampakan.

"Jangan batasi mereka dengan stigma, kasihan. Kita harus selalu dukung, dan mendukung mereka," kata Asri.

Pun dengan orangtua yang belum dapat menerima kehadiran seorang anak dengan kondisi CBL. Sebenarnya, jelas Asri, orangtua merupakan gambaran dari masyarakat, yang mana bila gambaran pada masyarakat itu diubah, maka dengan sendirinya orangtua juga akan berubah.

Kita juga harus sadari bahwa orangtua memiliki beban yang luar biasa berat.

"Karena mereka harus merawat, melalui seluruh rangkaian operasi, yang membuat kita harus memiliki empati yang kuat tidak hanya untuk pasien saja, tapi juga keluarganya," kata Asri menerangkan.