Liputan6.com, Jakarta Betulkah obat tradisional Cina tidak ilmiah karena tanpa uji klinis? Menurut DR.dr. William Aditeja, M.TCM, kedokteran timur memiliki falsafah ilmu dan metode yang berbeda dengan kedokteran barat.
Uji klinis merupakan metode yang digunakan kedokteran Barat dalam pengujian obat, sebelum diterapkan kepada konsumen. Tidaklah tepat jika uji klinis dipakai sebagai alat ukur pada kedokteran Timur, dalam hal ini pengobatan tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine-TCM).
Sebagai gambaran, pengobatan dalam kedokteran medis Barat umumnya untuk mengatasi gejala atau menghilangkan rasa sakit. Adapun pengobatan TCM bertujuan memulihkan/memperbaiki fungsi tubuh agar kembali seimbang karena ketidakseimbangan inilah yang menimbulkan berbagai macam gejala sakit.
Perbedaan cara berpikir itu tampak jelas dalam soal uji klinis. Kedokteran Barat biasanya melakukan pengujian terhadap suatu bahan aktif yang terdapat dalam salah satu simplisia untuk mengobati suatu penyakit. Bila zat aktif itu terbukti berkhasiat, tidak berarti bahwa simplisia itu dapat mengobati penyakit tersebut.
Advertisement
Contohnya, simplisia temulawak memiliki zat aktif X yang dapat mengobati penyakit lever. Namun, tidak berarti simplisia temulawak adalah obat untuk penyakit lever. “Belum tentu karena di dalam simplisia itu terdapat sejumlah zat aktif, bukan hanya satu zat aktif yang diujikan itu. Nah, yang dapat menggunakan simplisia tersebut seluruhnya adalah pengobatan tradisional,” ujar Dr. William.
Dalam pengobatan tradisional seluruh bahan aktif dipakai, dan proses pemasakan maupun kombinasi peracikan dengan simplisia lainnya menjadikan campuran berbagai simplisia itu secara empiris mampu mengobati penyakit tertentu.
“Walau begitu, kedokteran Timur kini semakin membuka diri terhadap kedokteran Barat,” ujar William, Doktor di bidang penyakit dalam lulusan Beijing University of Traditional Chinese Medicine ini.