Liputan6.com, Jakarta Suplemen penurun kadar kolesterol kerap dianggap sebagai `bala bantuan` untuk mereka yang punya masalah gangguan kolesterol. Padahal kebanyakan suplemen belum teruji secara klinis.
Demikian disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHAM, FACC, dalam acara menyambut Hari Jantung Sedunia 2014 `Batasi Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak untuk Mencegah dan Mengendalikan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah` di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Baca Juga
"Sebelum bisa dipasarkan, suplemen harus diuji dulu oleh para pakar, karena tidak semua suplemen, secara klinis maupun medis, benar-benar bisa menurunkan kadar kolesterol. Maka itu, kita perlu semacam kajian kritis setelahnya," kata Anwar menjelaskan.
Advertisement
Daripada mengonsumsi suplemen yang belum teruji secara klinis, Anwar menganjurkan supaya setiap individu mengubah pola makannya menjadi lebih baik, agar kolesterol di dalam tubuh mengalami penurunan.
"Memang yang paling alami dan paling baik adalah mengonsumsi makanan sehat. Makanan sehat itu seperti yang tercantum dalam Permenkes, dan juga jangan lupa mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yang segar," kata Anwar.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang dimaksud oleh Anwar adalah Permenkes nomor 30 tahun 2013 yang berfungsi sebagai upaya promosi kesehatan dan edukasi kepada masyarakat untuk mulai mencermai pemakaian gula, garam, dan lemak di setiap asupan makanan sehari-hari.
Pesan Permenkes ini menyebutkan `Konsumsi gula lebih dari 50 gram, Natrium lebih dari 200 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung` sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan informasi nilai gizi untuk mengingatkan masyarakat agar selalu mengatur konsumsi gula, garam, dan lemaknya.