Liputan6.com, Jakarta Individu yang berkecimpung di dunia jurnalistik berisiko terkena glukoma dan hipertensi okular. Selain karena mata yang terlalu sering terpapar cahaya dari perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer, disebutkan juga bahwa tingkat emosional seorang jurnalis relatif lebih tinggi.
Demikian disampaikan Chief Executive Officer SMEC (Sumatera Eye Centre) Group, Dr. Imsyah Satari, SpM dalam acara `Cek Mata Yuk: Gaya Hidup Modern Versus Mata Kita` di Ruang Ikat, Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta, Kamis (16/10/2014)
"Iya, dong. Ketika membaca kasus korupsi atau pelecehan seksual, pasti emosionalnya membuncah. Pada saat membuat berita, mereka kan juga harus baca dulu. Pada saat baca, meliput, dan menulisnya turut memengaruhi emosional seorang jurnalis," kata Dr. Imsyah.
Karena kondisi seperti itu, lanjut Imsyah, yang membuat seorang jurnalis berisiko mengalami glukoma dan hipertensi okular.
Dikutip dari situs Mayo Clinic, glukoma adalah satu kondisi di mana terjadinya kerusakan saraf optik, yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Biasanya, tekanan terlalu tinggi di dalam mata (intraocular pressure), menyebabkan terjadinya kerusakan mata ini.
Sedangkan hipertensi okular mengacu pada satu kondisi di mana individu yang terkena tidak menderita penyakit mata lain, seperti kerusakan saraf atau glaukoma, tetapi menunjukan adanya gejala peningkatan tekanan di dalam bola mata yang melebihi normal.
Hipertensi Mata, Risiko Kesehatan Utama pada Wartawan
Individu yang berkecimpung di dunia jurnalistik berisiko terkena glukoma dan hipertensi okular
Advertisement