Sukses

Larangan Melakukan Hajatan di Bulan Suro, Mitos atau Fakta?

Banyak orang Jawa yang percaya bahwa kegiatan pesta atau perayaan di Bulan Muharram atau Suro di awal Tahun Baru Islam bisa mendatangkan mus

Liputan6.com, Jakarta Banyak orang Jawa yang percaya bahwa kegiatan pesta atau perayaan di Bulan Muharram atau Suro di awal Tahun Baru Islam bisa mendatangkan musibah bila dilakukan.

Guru Besar Ilmu Tasawuf IAIN Walisongo Semarang & Direktur Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf (LEMBKOTA) Kota Semarang Prof. Dr. HM. Amin Syukur, MA. menyebutkan bahwa keyakinan itu yang tidak punya dasar. Artinya perbuatan sekadar gugon tuhon, perbuatan yang jare-jare (kata orang). Pada hari apa pun, bulan apa pun dan tahun apa pun tidak ada larangan untuk melakukan suatu perbuatan termasuk punya hajat, seperti menikahkan, menyunatkan dan sebagainya.

Pada prinsipnya dalam agama Islam semua hari, bulan dan tahun adalah baik. Semuanya adalah makhluk Allah, mereka tidak bisa membawa bahaya dan manfaat apa pun kecuali seizin-Nya. Nabi Muhammad saw bersabda: ”La tasubbud dahra, fainnallaha huwad dahru” (Jangan memaki-maki masa, sebab Allah itu adalah ”masa” itu sendiri). Artinya ia adalah makhluk ciptaan-Nya. Yakinlah dengan keyakinan yang tangguh, tanpa sedikit pun diwarnai keragu-raguan. Kalau seseorang ragu, maka atas keraguan itulah ketentuan Allah akan menimpanya, karena Allah itu ”mengikuti” persepsi hamba-Nya.

Sejarah bagaimana bisa demikian, konon dahulu kala ada seorang raja yang ingin mempunyai hajat, menikahkan atau mengkhitankan anaknya, agar hajatan sang raja ini tidak terganggu, maka dikeluarkan semacam dogma yang bisa mempengaruhi kepercayaan seseorang. Yakni: ”Barangsiapa yang melakukan hajatan pada bulan Sura, akan mendapatkan musibah”. Bermula dari sini, maka umumnya masyarakat Jawa tidak mau mempunyai hajat pada bulan di awal Tahun Baru Islam ini. Wallahu a’lam bi al-shawab.