Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan cara mengurangi angka kematian ibu (AKI) yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah dengan memberikan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi kepada perempuan.
"Kita (perempuan) tentu harus mikir untuk diri kita. Kalau mau punya anak kita harus tahu bagaimana mendidik dan menjaga kesehatan anak. Kita juga harus tahu bagaimana menjaga kesehatan diri sendiri," ujar Menkes usai melakukan serah terima jabatan dengan mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (1/11/2014).
Sasaran Pembangunan Milenium (MDG) menargetkan angka kematian ibu (AKI) Indonesia pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup namun berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat drastis dari SDKI 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Advertisement
Capaian tersebut jauh dari target yang harus dicapai sehingga pemerintah melakukan beberapa terobosan untuk mengurangi AKI hingga ke tingkat yang diharapkan misalnya dengan menerapkan Jaminan Persalinan (Jampersal) dimana ibu dapat melahirkan secara gratis di layanan kesehatan primer.
Namun Menkes Nila Moeloek mengaku bahwa penerapan Jampersal saja tidak cukup jika tidak ditambah dengan peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi kepada perempuan terutama usia subur.
Salah satu yang ditekankan Menkes adalah layanan keluarga berencana yang seharusnya dilakukan untuk mencegah kelahiran yang tidak direncanakan terutama bagi keluarga tidak mampu.
"Kita (perempuan) harus tahu KB. Itu tanggung jawab kita. Kalau tidak mampu (membesarkan anak), janganlah kita memberikan generasi yang lemah," ujarnya.
Diharapkan, pengetahuan menyeluruh yang dimiliki perempuan mengenai kesehatan reproduksi tersebut dapat mencegah terjadinya kematian saat melahirkan yang seringkali disebabkan karena tiga keterlambatan yaitu terlambat memeriksakan kehamilan, terlambat sampai ke tempat rujukan serta terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia.