Liputan6.com, Jakarta Era globalisasi merupakan tantangan sekaligus ancaman untuk eksistensi sebuah bangsa. Respon positif merupakan kekuatan agar tidak mengubur identitas dan segala potensi bangsa.
“Eksistensi sebuah negara tidak terlepas dari pilar-pilar kebangsaan yang terbangun dari nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakatnya,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawanasa saat pertemuan dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Se-Indonesia di Gedung Konvensi TMPNU Kalibata, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Kandungan Pancasila dan UUD 1945 terlihat jelas pilar-pilar kebangsaan sebagai penjabaran dari ideologi negara. Penetapan UUD 1945 (18 Agustus 1945), sebagai UU dasar negara yang didalamnya nilai-nilai 5 sila dalam Pancasila merupakan deklarasi dari karakter bangsa Indonesia.
Advertisement
“Penjabaran dari nilai-nilai tersebut secara implementatif memiliki karakter kepejuangan, mengemban tugas melindungi bangsa dan negara,” ujarnya.
Nilai kepahlawanan bukan bentuk pasif dari tradisi, melainkan proses aktualisasi yang dinamis dalam interaksi sejarah yang panjang. Proses interaksi menjadikan eksistensi warga negara sebagai penentu kuat dan tidaknya identitas bangsa.
“Inilah arti strategis nilai-nilai kepahlawanan sebagai penyaring, sekaligus landasan Indonesia dalam percaturan global. Pembekalan pelestarian nilai kepahlawanan disosialisasikan mulai dari para siswa-siswi sekolah,” terangnya.
Penguatan karakter bangsa tidak hanya bertumpu pada teori yang diberikan di kelas. Melainkan melalui praktek di lapangan, maka akan lahir generasi muda yang berkarakter atas dukungan dari seluruh komponen bangsa.
Upaya penguatan karakter bangsa harus dipahami sebagai bagian dari proses penyadaran akan nilai-nilai mulia yang harus dimiliki sebagai bangsa, seperti keharmonisan, kedamaian, kesetiakawanan social, sebagai nilai karakter bangsa.
“Fondasi inilah yang kini masih menyatukan kebersamaan bangsa di tengah beragam, ancaman, konflik serta tantangan percaturan global,” katanya.
Sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi pengertian, kesadaran, tanggung jawab, kesetaraan dan partisipasi sosial untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai masalah sosial sesuai kemampuan masing-masing.
Demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa dengan semangat kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kerelaan berkorban tanpa pamrih, serta dengan melestarikan kearifan lokal.
Kearifan lokal merupakan cermin dari falsafah hidup dan tradisi suku bangsa, yaitu moloku kieraha doka saya rakomoi; sintuwu maroso; silih asah, silih asuh, silih asih; rukun agawe santoso; pela gandong; tuah tanah sakato; dan sabalong samalewa.
“Dengan meneladani semangat para pahlawan dan perintis kemerdekaan, generasi muda bisa bangsa bisa belajar dan menjadikan Pahlawanku sebagai idolaku,” tandasnya.