Liputan6.com, Jakarta Kemegahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten yang dibangun zaman gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Chosiyah, hanya sekelas puskesmas. Rumah sakit milik provinsi tersebut berlokasi di Kecamatan Curug, Kota Serang.
"Status klasifikasi RSU Banten yang non-class ini memiliki efek serius buat kesejahteraan para dokter. Seperti penanganan operasi-operasi yang mestinya ditangani oleh RS tipe B dengan terpaksa ditangani oleh RSU Banten karena butuh pertolongan. Karena RSU Banten klasifikasi non class, akhirnya tidak bisa dibayarkan oleh asuransi," kata salah seorang dokter ahli di RSUD Cilegon yang identitasnya minta dirahasiakan (18/11/2014).
Manajemen rumah sakit sangat penting karena akan berpengaruh terhadap klasifikasi atau status class bagi sebuah rumah sakit. Dirinya menyarankan agar beberapa jabatan strategis harus dijabat oleh orang yang berkompeten dibidanganya. Seperti jabatan direktur harus di isi oleh dokter yang berpengalaman memimpin rumah sakit, lalu wakil direktur (wadir) bidang pelayanan pun harus di isi oleh dokter.
"Ini yang paling mendasar. Di RSU Banten direkturnya dokter gigi dan tidak pernah memimpin RS, hanya memimpin Puskesmas. Begitu pula dengan Wadir bidang pelayanan, diisi oleh bukan dokter," terangnya.
Mantan juru bicara (Jubir) Ratu Atut yang kini menjadi anggota komisi V DPRD Provinsi Banten, Fitron Nur Ikhsan, mengaku prihatin atas keadaan RSUD milik provinsi tersebut. Karena pembangunan rumah sakit tersebut menghabiskan dana ratusan miliaran yang bersumber dari APBD dan APBN.
"Secepat mungkin kami akan memanggil pihak terkait dan Sekda untuk masalah ini. Kami anggap masalah ini sangat serius, dan harus segera diselesaikan," katanya (18/11/2014)
Tak selesai di tingkat klasifikasi RSUD Banten. Permasalahan lain pun muncul. Puluhan dokter spesialis yang berpraktik di rumah sakit tersebut mengancam akan mengundurkan diri jika manajerial tidak segera diperbaiki.
Mereka menuding Pemprov Banten tak serius mengelola RSU Banten. Salah satu indikasi ketidakseriusan pemprov itu adalah klasifikasi RSU Banten yang cuma berkategori non class atau setara Puskesmas.
RSU Banten sendiri sebelumnya memiliki 42 dokter ahli, tetapi 4 diantaranya sudah mengundurkan diri dan kini sebanyak 38 dokter ahli pun mengancam akan mengundurkan diri.
"Dokter lainnya dipastikan akan menyusul jika tidak ada perubahan di RSU Banten ini," kata seorang dokter RSU Banten yang identitasnya ingin disembunyikan (19/11/2014).
Semangat pendirian RSU Banten adalah pendidikan dan berklasifikasi B Plus, sehingga banyak dokter yang ingin mengabdi. Tetapi saat berdiri, semua itu sirna dan tak seperti yang dibayangkan. Karena itu lah para dokter tersebut kecewa dan merasa dibohongi.
"Kami sudah mendengar persoalan ini sudah beberapa minggu ini. Saat kami tanyakan ke sekda, ia mengaku tengah merunut kasus ini," kata Fitron Nur Ikhsan (19/11/2014).
Sedangkan menurut Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Widodo Hadi, berjanji akan segera melakukan reformasi birokrasi di rumah sakir milik pemerintah tersebut.
"Kami sudah menemukan masalahnya. Semoga masalahnya segera bisa diatasi," kata Widodo ketika dikonfirmasi secara terpisah (19/11/2014).
Hal berbeda disampaikan oleh ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten, Eri Suhaeri. Dirinya mengaku tak mengetahui soal dokter spesialis yang akan mengundurkan diri karena kecewa atas manajemen RSU Banten yang kacau balau.
Menurutnya, komisi V sangat menyayangkan pengunduran diri dokter spesialis tersebut. Karena sangat sulit mencari dokter spesialis di tanah jawara.
"Kita tadi juga rapat dengan direktur RSUD Banten beserta jajarannya. Yah kami juga tadi meminta agar mangemen  rumah sakit yang kurang baik dilakukan perbaikan," kata Eri Suhaeri, ketua Komisi V (20/11/2014).
Ketidak tahuan soal pengunduran diri para dokter spesialis pun di ungkapkan oleh Wadir Pelayanan RSU Banten, Dadang Iskandar. Bahkan menurutnya, semenjak dirinya menduduki posisi tersebut pada bulan Juni 2014, tak ada satupun dokter yang mengundurkan diri.
 "Di RSUD Banten jumlah dokter ada 75, dengan dokter spesialis 42 orang. Sejak Juni 2014 sampai sekarang tidak ada dokter spesialis mundur dengan alasan mangemen kami disini dinilai kurang baik," katanya (20/11/2014).
Dari 42 jumlah dokter spesialis di rumah sakit provinsi tersebut hanya enam orang yang berstatus PNS, delapan dokter tamu, dan non PNS sebanyak 28 orang yang kesemuanya masih lengkap berpraktrek.
Dadang mengaku jika ada dokter spesailis di RSU Banten mundur atau  memohon perpindahan tugas akan segera disetujui dengan alasan anggaran. Dimana gaji dokter speasialis baik PNS dan non PNS sebesar Rp 20 juta per bulan tiap orangnya.
"Keberadaan dokter spesailis sekarang ini kami melihat kurang optimal, kalau ada yang mengundurkan diri kami senang, karena saat ini managemen sedang meningkatkan kualiatas. Daripada uangnya untuk bayar gaji dokter speasilis, mendingkan untuk meninggal ketertinggalan kelas," tegasnya.
Bahkan sebelumnya RSUD Banten pernah diperiksa oleh KPK memeriksa peralatan kesehatan yang digunakan oleh rumah sakit pemerintah provinsi tersebut.
Puluhan Dokter Spesialis di RSUD Banten Kompak Mundur
Para dokter spesialis menuding Pemprov Banten tak serius tangani RSUD Banten
Advertisement