Sukses

Direktur RSUD Banten Bantah Ada Dokter yang Mengundurkan Diri

Direktur RSUD membantah ada dokter yang mundur dari rumah sakit yang dipimpinnya

Liputan6.com, Jakarta Polemik manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Banten yang mengakibatkan mundurnya para dokter spesialis kali ini mendapatkan bantahan dari pihak Direktur rumah sakit milik pemerintah provinsi Banten.

"Kami sampaikan tidak benar ada empat dokter spesialis kami yang mengundurkan diri, semua masih bekerja seperti biasa," kata drg Andi Fatmawati M. Kes, direktur RSUD Banten.

Menurutnya, ke 37 dokter spesialis tersebut masih melakukan praktik di rumah sakit tersebut seperti biasanya. Fatmawati menyebutkan, dari 37 dokter spesialis dan 21 dokter umum yang ada di RSUD Banten, tidak ada satu pun yang mengundurkan diri meskipun RSUD Banten masih belum menjadi rumah sakit kelas B.

Mereka mengklaim bahwa RSUD Banten sebagai rumah sakit rujukan sudah memberikan pelayanan kesehatan dengan baik.

"Sejak diterbitkannya Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit, penetapan kelas rumah sakit bisa melalui gubernur. Ini menjadi angin segar bagi RSUD Banten, sehingga tahun ini bisa naik kelas," terangnya.

Fatmawati menjelaskan bahwa ke empat dokter yang dikabarkan mengundurkan diri tersebut tidak lah benar. Melainkan tidak mendapatkan izin pindah dari tempatnya berpraktek saat ini, bukan karena persoalan manajemen di rumah sakit milik pemprov Banten tersebut.

Karena dokter tersebut bekerja paruh waktu di RSUD Banten dan tercatat sebagai PNS di daerah asalnya.

Fatmawati pun menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya membenahi pelayanan dan mengurus dokumen klasifikasi rumah sakit.

"Semua persyaratan menjadi rumah sakit kelas B sudah kami penuhi semua saat ini, SDM juga sudah cukup. Awal pekan depan saya akan menghadap ke Plt Gubernur Banten (Rano Karno) terkait penetapan RSUD Banten menjadi rumah sakit kelas B," tegasnya.

Hal senada pun disampaikan oleh Madsubli Kusman, wakil direktur (wadir) bidang sarana dan prasarana, mengaku sejak Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 58 diterbitkan Agustus lalu, semua peralatan di RSUD Banten telah sesuai persyatan Kemenkes untuk menjadi rumah sakit kelas B. Bahkan proses lelang pengadaan alat kesehatan (alkes) semua berjalan lancar.

Dimana untuk menjadi rumah sakit kelas B, sedikitnya ada lima persyaratan yang harus dipenuhi sesuai Permenkes nomor 340 tahun 2010 dan Permenkes nomor 56 tahun 2014. Kelima syarat tersebut yaitu pelayanan medik, SDM, bangunan dan peralatan, melengkapi sarana dan peralatan penunjang serta administrasi dan manajemen.

"Saat ini semua alat dan ruangan memenuhi persyaratan, bahkan ICU RSUD Banten yang sebelumnya dinyatakan kemenkes tidak memenuhi persyaratan sudah dibenahi dan sudah sesuai standar, termasuk juga pengadaan alat city scan yang wajib dimiliki semua rumah sakit kelas B," kata Madsubli.

Perlu diketahui, bangunan megah RSUD Banten tersebut menghabiskan dana Rp 789 miliar. Tetapi kondisinya kini jauh dari layak, dimana belum berkelasnya rumah sakit milik provinsi tersebut.

"RSUD itu Negeri, milik Pemprov Banten dengan fasilitas yang mumpuni seperti layaknya rumah sakit swasta, namun biayanya tidak semahal swasta karena punya pemerintah," ungkap SM Hartono, wakil ketua DPRD Banten.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, bahwa sebanyak empat dokter spesialis dari 42 dokter mengundurkan diri lantaran tak tahan dengan kondisi RSUD tanpa kelas itu.

Bahkan sejumlah dokter spesialis dari 38 dokter spesialis di Rumah Sakit Umum (RSU) milik Pemprov Banten mengeluh dan mengancam bakal mundur. Hal ini dipicu Pemprov Banten dianggap tidak serius mengelola RSU Banten, sehingga klasifikasi RSU Banten memiliki kategori non class atau setara dengan Puskesmas sehingga sangat merugikan para dokter.

"Dulu jumlah dokter di RSUD Banten sebanyak 42 dokter. Empat dokter diantaranya pindah karena tidak betah. Yakni dokter Anestesi dua orang, Dokter Anak dan Dokter Kandungan. Dokter lainnya dipastikan akan menyusul jika tidak adanya perubahan di RSU Banten," kata salah satu dokter yang enggan disebutkan namanya.