Sukses

Anak-anak Mudah Alami Sindrom Ingatan Palsu

Anak-anak sangat mudah mengalami sindrom ingatan palsu

Liputan6.com, Jakarta Ahli investigasi kekerasan terhadap anak dari Australia, Chris O'Connor, menyatakan anak-anak sangat mudah mengalami sindrom ingatan palsu atau mudah meyakini sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi sehingga kesaksiannya tidak kuat.

"Memori seorang anak sangat rentan, dia bisa dengan mudah memanipulasi keterangannya dan meyakini bahwa apa yang diterangkannya, meskipun tidak pernah terjadi, adalah fakta," kata O'Connor saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta International School (JIS) di Pengadilan Negeri Jkaarta Selatan, Senin.

Korban kekerasan seksual di JIS berinisial AK (6) pada Maret lalu menceritakan pada ibunya, TH, bahwa ia telah disodomi oleh enam petugas kebersihan sekolah internasional tersebut secara berulang-ulang di toilet sekolah.

Pengakuan AK tersebut menjadi dasar bagi TH untuk melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian sehingga keenam petugas tersebut ditangkap, diperiksa, lalu ditetapkan sebagai terdakwa dan hingga kini telah menjalani 17 kali persidangan.

Kuasa hukum terdakwa Patra M. Zen menjelaskan bahwa proses identifikasi pelaku dengan cara AK menunjuk pada foto para petugas kebersihan juga tidak bisa dibenarkan.

"Seharusnya anak diwawancara secara benar dan 'strict' dengan pertanyaan-pertanyaan yang 'to the point' sehingga tidak membingungkan," katanya.

Proses wawancara pun, katanya, harus direkam dalam bentuk video sehingga mimik muka dan gestur si anak dapat dinilai.

Sebelumnya AK pernah hadir dan dimintai keterangan dalam sidang, dan usai persidangan ibunya mengatakan bahwa selama persidangan AK memberikan keterangan yang jelas meskipun dengan cara yang berbeda dari orang dewasa.

Kasus di sekolah internasional tersebut mencuat pada akhir Maret 2014 ketika orang tua AK melaporkan kekerasan seksual yang dialami anaknya di toilet sekolah.

Berdasarkan laporan tersebut pihak kepolisian berhasil menetapkan enam petugas kebersihan di sekolah itu sebagai terdakwa yakni Virgiawan, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, Afrischa Setyani, dan Azwar.

Mereka didakwa melakukan pelanggaran atas Pasal 82 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Zainal Abidin bersama Virgiawan, Agun Iskandar, Syahrial, Afrischa Setyani, dan Azwar selanjutnya diperiksa oleh tim penyidik kepolisian sebelum kasus ini disidangkan di PN Jakarta Selatan.

Namun pemeriksaan terhadap Azwar dihentikan karena petugas kebersihan tersebut diduga bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih kamar mandi hingga tewas.