Liputan6.com, Jakarta Pembangunan di RSUD Provinsi Banten terkendala dengan kasus alat kesehatan (alkes) yang menimpa Ratu Atut Choisyah dan Tubagus (Tb) Chaeri wardhana, adik dari Gubernur Banten non aktif.
"Karena statusnya ga jelas, rencananya mau di lidik, kaitannya dengn alkes mungkin risih juga, tapi ga tau ya. Tapi sampe sekarang juga belum ada sih audit-auditnya," kata Asep Rohana, kepala sub bagian (kasubag) Kasubag Umum RSUD Banten diruangannya (05/12/2014).
Pembangunan yang terbengkalai adalah pembangunan ruang bedah central dan ruang perawatan yang pembangunannya bersumber dari dana APBN dan APBD Provinsi Banten sebesar Rp 7 Miliar. Dimana, pembangunan ruang bedah central sendiri kini baru berdiri tiang-tiang beton penyangga bangunannya saja. Sedang ruang perawatan akan menggunakan dana APBN.
"Ada kaitannya dengan permaslahan alkes, ruang bedah dan pasien, sehingga berdampak pada pembangunan fisik," terangnya.
Dua bangunan yang terbengkalai itu lokasinya berada dibelakang bangunan utama gedung RSUD rujukan di Provinsi Banten. Kini, nasib dua bangunan tersebut menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten.
"Biayai APBD rencananya untuk bedah sentral. Yang untuk perawatan di biayai oleh APBN," jelasnya.
Terkait perkataan dari Suryadi, sekretaris Komisi 5 DPRD Provinsi Banten, yang mengatakan bahwa cat dinding rumah sakit harus steril dan menggunakan cat berbahan latek pun tak disangkal olehnya.
"Mungkin itu sebagai salah satu persyaratan, ruang kamar bedah, biar gampang dibersihin. Tapi dikeramik juga ga papa, tapi ga semua. Penggunaan lateks itu di ruang-ruang steril, paling di kamar operasi," tegasnya.
Pembanguanan RSUD Banten Terhambat Kasus Atut
Pembangunan di RSUD Provinsi Banten terkendala dengan kasus alat kesehatan (alkes) yang menimpa Ratu Atut Choisyah
Advertisement