Sukses

Kunci Hidup Een Sukaesih Tegar Hadapi Cobaan Hidup

"Selamat jalan Wak Een," kata salah seorang muridnya sembari menangis.

Liputan6.com, Jakarta Hati siapa yang tak hancur ketika divonis oleh dokter menderita suatu penyakit yang mengancam kesehatan diri sendiri? Hal serupa pun turut dirasakan Een Sukaesih, saat dokter memvonis dia dengan penyakit rheumatoid arthritis saat berusia 24 tahun.

Saat menerima penghargaan Liputan 6 Awards untuk kategori bidang pengabdian masyarakat dan kemanusiaan, wanita berjilbab itu mengatakan bahwa memiliki semangat untuk hidup adalah kunci agar dapat menerima kenyataan yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya, meski itu terasa pahit.

"Ketika dalam perjalanan yang saya arungi, kita akan menemui lembah yang curam, bukit yang terjal, dan jalan yang berliku. Bukan itu yang harus kita sikapi. Terpenting, kita harus punya semangat untuk meraih sesuatu yang baik," kata dia seperti disiarkan Liputan 6 Sore pada Sabtu (13/12/2014)

Lebih lanjut dia mengatakan, sungguh hancur hatinya saat dokter memvonis hidupnya hanya tinggal seminggu lagi. Tak hanya rasa sedih, terpuruk dalam kepedihan pun turut dirasakannya kala itu.

"Sebenarnya saya ingin bangkit, tapi kondisi ini tidak memungkinkan. Tapi, Yang Maha Kuasa dan Maha Segala tidak membiarkan saya hidup dalam keterpurukan," kata dia dengan wajah tegar.

Semangat yang dimiliki Een kian bangkit, saat mengetahui banyak anak-anak dari saudara, keluarga, dan orang-orang terdekat yang ada di sekililingnya ingin sekali belajar membaca, menulis, dan mengerjakan tugas dari sekolah, yang dibantu langsung olehnya.

"Dari situlah saya bangkit. Ilmu saya tidak banyak, pengetahuan saya juga terbatas. Tapi dengan tekad yang kuat, saya ingin sekali mencerdaskan anak bangsa. Itulah yang membuat saya bangkit dari keterpurukan," kata dia.

Kini, sosok pahlawan tanpa tanda jasa itu telah tiada. Wak Een, biasa wanita itu disapa, telah menutup mata dan menghadap sang Khalik untuk selama-lamanya. Een kini sudah tenang, sudah tak perlu lagi memikirkan penyakit rheumatoid arthritis yang diidapnya selama 27 tahun, sampai dia menutup mata pada usia 51 tahun.

Semua orang yang mengenal sosok Een Sukaesih hanya bisa menangis, pasrah, dan menerima semua takdir yang Tuhan berikan.

Kini, hanya ilmu dan berupa gedung sekolah yang ditinggalkan Een untuk mereka yang membutuhkan.

"Selamat jalan Wak Een," kata salah seorang muridnya sembari menangis.