Liputan6.com, Jakarta Rendahnya sebagian bayaran tarif paket (INACBs) ke rumah sakit (RS), ternyata berdampak serius bagi sejumlah RS swasta. Bahkan menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), tak sedikit RS yang memilih-milih pasien agar bisa mendapatkan profit.
"Dampak program kendali mutu dan biaya ini adalah profit yang diberlakukan pada tarif paket (INACBGs) tidak terlalu besar. Sehingga RS cenderung mengubah prosedur yang seharusnya tidak perlu dilakukan, menjadi suatu keharusan," kata Sekjen Persi, Dr. Wasista budi waluyo, MHA saat ditemui wartawan di Menteng, Jakarta, Kamis (19/12/2014).
Wasista mencontohkan, saat ini banyak RS swasta yang ingin pasiennya hanya dirawat sebentar di RS. "Kalau pasien rawat inap 1-2 hari, mereka happy. Tapi kalau harus melakukan prosedur lama seperti bedah, NICU/PICU, mereka cenderung akan mengurus rujukan ke RS yang lebih tinggi."
"Yang life long of stay-nya panjang, biasanya berat bagi RS. Maka itu dampak tarif paket berubah ke arah kasus yang menguntungkan. Begitu juga dengan adanya jarak antara tarif rawat jalan dan rawat inap untuk pelayanan yang sama," katanya.
Wasista melanjutkan, dirinya memiliki sopir pribadi yang memiliki kutil di wajahnya. Namun karena dia peserta BPJS, RS menyarankan untuk opname padahal tidak perlu. Dengan begitu, RS bisa mendapat profit karena tarifnya lebih tinggi.
"Dengan adanya peningkatan tarif, maka pelayanan kesehatan seharusnya bisa diperbaiki dan dipastikan RS nggak rugi," tukasnya.
Tarif BPJS Kecil, RS Cenderung Pilih-pilih Pasien
Rendahnya bayaran tarif paket (INACBs) ke RS, ternyata berdampak serius bagi sejumlah RS swasta. Tak sedikit RS yang memilih-milih pasien.
Advertisement