Liputan6.com, Jakarta Istilah `Jamu` atau obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang diramu khusus di Indonesia, kini banyak digunakan juga di Malaysia. Padahal, dulu mereka menggunakan istilah `Obat Kampung` untuk obat tradisional.
Seperti disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE bahwa memang saat ini Malaysia mulai menggunakan kata `Jamu` dalam menyebut obat tradisional mereka. Padahal Negeri Jiran tersebut sebelumnya memiliki nama khas sendiri untuk obat tradisionalnya.
Baca Juga
"Malaysia sering menggunakan kata ‘jamu’ diakhiri dengan nama negaranya, sehingga menjadi ‘Jamu Malaysia’. Sementara itu, jamu sendiri adalah kata dari Jawa, yang terbentuk dari kata Jampi Usodo dan mempunyai arti ramuan kesehatan disertai dengan doa. Istilah Jamu sudah dikenal nenek moyang kita sejak dahulu kala," kata Tjandra, seperti ditulis dalam keterangan pers yang diterima Health.Liputan6.com, Senin (22/12/2014).
Advertisement
Tjandra menerangkan, sejarah tentang jamu dapat ditelusuri dari beberapa bukti sejarah yang ada, antara lain:
a) Dokumentasi tertua tentang jamu yang terdapat pada relief Candi Borobudur (tahun 772 SM), di sana terdapat lukisan tentang ramuan obat tradisional atau jamu.
b) Relief-relief pada Candi Prambanan, Candi Penataran (Blitar), dan Candi Tegalwangi (Kediri) yang menerangkan tentang penggunaan jamu pada zaman dahulu
c) Kitab yang berisi tentang tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional
d) Pada tahun 991-1016 M, perumusan obat dan ekstraksi dari tanaman ditulis pada daun kelapa atau lontar, misalnya seperti Lontar Usada di Bali, dan Lontar Pabbura di Sulawesi Selatan. Beberapa dokumen tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
e) Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, pengetahuan mengenai formulasi obat dari bahan alami juga telah dibukukan, misalnya Bab kawruh jampi Jawi oleh Keraton Surakarta yang dipublikasikan pada tahun 1858 dan terdiri dari 1734 formulasi herbal
Guna perlindungan, saat ini sudah ada beberapa paten jamu yang terdaftar di Dirjen HAKI yaitu Buah Krangean (Litsea cubeba) Untuk Afrodisiaka no pendaftaran P00201000438 (didaftarkan tahun 2010), Komposisi Herbal Penurun Tekanan Darah Untuk Hipertensi Ringan - tim peneliti Balitbangkes Tawangmangu & tim Saintifikasi Jamu dengan no pendaftaran P00201300409 (Didaftarkan tahun 2013) dan Komposisi Herbal Untuk Hiperurisemia - tim peneliti Balitbangkes Tawanagmangu & tim Saintifikasi Jamu dengan no pendaftaran P00201300409 (Didaftarkan tahun 2013).
Pada tahun ini juga sedang diajukan 8 paten dari tim peneliti Balitbangkes Tawangmangu :
1.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK OBESITAS
2.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH
3.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK HEPATOPROTEKTOR
4.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK ANEMIA DEFISIENSI BESI
5.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK BATU SALURAN KEMIH
6.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK HEMOROID DERAJAT I-III
7.   KOMPOSISI FORMULA JAMU UNTUK OSTEOARTHRITIS SENDI LUTUT
8.   KOMPOSISI FORMULA JAMU SEBAGAI PELANCAR ASI
"Paten tentunya sangat bermanfaat dan melindungi peneliti kita dalam hal hak atas kekayaan intelektual. Sebagaimana definisi Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor (Inventor yang dimaksud adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang menemukan ide/inovasi) atas hasil investasinya dibidang teknologi," ujar Tjandra.
Hak yang ada yaitu :
1. ‎Peneliti pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain tanpa persetujuannya.
Dalam hal Paten produk untuk kepastian membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan memakai untuk dijual atau menyewakan untuk disewakan produk yang diberi Paten.
Dalam hal paten proses untuk menggunakan Paten produksi yang diberi Paten untuk membuat barang yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
2. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan persetujuan lisensi.
3. Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan setempat, kepada siapapun, dan dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dalam butir 1 diatas.
4. Pemegang Paten berhak menuntut orang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang Paten dengan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir satu diatas.