Liputan6.com, London Bercinta itu untuk menyenangkan kedua insan, baik pria dan wanita. Namun, praktik mengerikan dilakukan wanita untuk membahagiakan pasangan prianya saat bercinta. Praktik itu dengan melakukan `seks kesat`.
Perempuan dengan sengaja membuat vaginanya kesat dengan mengurangi kelembaban di vagina. Cara ini meningkatkan gesekan yang membuat bercinta lebih menyenangkan untuk pria.
Untuk membuat organ intimnya itu kesat, wanita memasukkan kapur, pasir, bubuk patu, tumbuhan, kertas atau spons sebelum bercinta. Selain itu, perempuan menyiramkan detergen, pemutih, antiseptik, dan alkohol. Padahal, praktik seks kering tersebut berisiko meningkatkan kemungkinan perempuan tertular HIV.
"Praktik seks kering bisa menyebabkan luka dan peradangan pada vagina dan meningkatkan kesempatan kondom robek," kata Jurnalis Wendy Syfret kepada VICE.com yang dikutip Dailymail, Sabtu (27/12/2014).
Hal itulah yang membuat kemungkinan penularan HIV meningkat. HIV berdampak lebih banyak perempuan heteroseksual di Afrika Selatan dibandingkan laki-laki gay.
Seks kering diketahui dilakukan di Afrika Selatan dan Indonesia. Ini lahir dari keyakinan budaya bahwa pria menemukan seks lebih menyenangkan apabila vagina perempuan kering.
Berdasarkan laporan LoveMatters, perempuan Jawa di Indonesia juga mempraktikkan agar seks kesat. Wanita duduk atau berdiri di atas pembakaran herbal (tumbuh-tumbuhan) yang mengeluarkan asap. Asap inilah yang diklaim bisa membuat vagina menjadi kesat.
Di daerah lain di Indonesia, ada cara yang lain dengan memasukkan tongkat berbentuk cerutu yang terbuat dari akar tanaman ke dalam vagina.
Berdasarkan makalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlihat pejabat kesehatan global menyadari adanya masalah dengan seks kesat. Pada penelitian tahun 2009, seks kesat menyebarkan HIV pada perempuan Zambia dan menemukan praktik ini sudah tersebar luas.
Sekitar dua per tiga dari 812 wanita yang disurvei menggunakan obat-obatan tradisional agar seks kesat dan sekitar setengahnya masih menggunakan saat ini. Praktik ini tampaknya tak diperdebatkan tapi tak ada yang berani membicarakannya.
Baca Juga
Advertisement
Apa Kata Dokter?
Apa Kata Dokter?
Para dokter kesehatan seksual di Afrika Selatan mengatakan kepada VICE kebanyakan orang menyadari masalah yang ditimbulkan tapi tak membicarakannya, dan belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah untuk menyusun kebijakannya.
Dr Marlene Wa​sserman yang dikenal dengan Dr Eve mengatakan praktik seks kesat yang masih berlangsung ini menunjukkan kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan kesetaraan dan hak-hak wanita.
"Ini jelas merupakan masalah," kata Dr Eve kepada VICE.
"Pada dasarnya, seorang wanita tergantung pada ukuran vaginanya."
Menurutnya, pria dan wanita gagal memahami bahwa vagina bisa meluas selama bercinta dan kembali ke ukuran biasa sesudahnya. Ada juga kepercayaan budaya yang salah apabila perempuan memiliki pasangan dengan ukuran penis yang besar maka akan membuka permanen.
Tak hanya itu, pendapat bahwa rasa sakit normal saat berhubungan intim diterima. Kebanyakan wanita Afrika Selatan tak berpikir kenikmatan seksual sebagai hak yang harus mereka terima.
"33 Persen wanita mentolerir penetrasi menyakitkan. Itu menjadi bagian yang mereka harapkan dari seks. "
Dr Eve menyamakan praktik seks kesat di negara berkembang dan operasi vaginoplasty pada perempuan barat demi mengencangkan vagina.
"Mereka memutilasi genital mereka sendiri... Ini hanya sedikit lebih maju dan mahal dibandingkan mengoleskan krim ke dalam vagina Anda," kata Dr Eve.
Advertisement