Liputan6.com, Jakarta - Imajinasi seorang anak terbentuk saat dia berusia 2 sampai 7 tahun. Jangan heran bila anak kerap menganggap benda mati yang ada di sekitarnya hidup dan bernyawa.
Imajinasi atau fantasi seorang anak dapat mendorong mereka untuk berpikir kreatif. Tapi, jika tidak dicermati, imajinasi yang mereka rasakan dapat terlalu jauh yang berisiko mencelakakan dirinya. Terutama jika mereka tidak dapat membedakan antara imajinasi dan riil.
"Fantasi atau imajinasi yang terlalu jauh dapat mengakibatkan anak tidak mendapatkan kepercayaan dari orang di sekitarnya. Kecenderungan berpikir egosentris dapat membuat anak sulit terlibat di dalam lingkungannya," kata Psikolog Anak dari Rumah Perlindungan Sosial Anak Kemeterian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), Afin Yusro, S.Psi, M. Kes ditulis Jumat (6/3/2015)
Lantas, apa sajakah yang harus orangtua lakukan?
Afin, mengatakan, bila anak terlalu jauh ke dalam fantasinya, orangtua perlu mengingatkan anak atas realitas yang ada. Untuk mengikis kecenderungan berpikir egosentris, ajak anak untuk mencoba merasakan dan mendengar apa yang dirasakan orang lain jika mengalami sesuatu.
"Cobalah untuk selalu mendengarkan apa yang diucapkan anak. Jangan abaikan pertanyaan anak yang biasanya bertubi-tubi. Berikan jawaban atas hal-hal yang ingin diketahui anak," kata Afin.
Jika anak kesulitan menjelaskan peristiwa yang dialaminya karena keterbatasan verbal, Afin menyarankan lakukanlah dengan gambar atau bermain.
Terpenting, beritahu anak mana yang imajinasi dan riil.
Cara Beritahu Anak Mana Imajinasi dan Nyata
Bila tak dicermati, imajinasi seorang anak dapat mencelakakan dirinya sendiri
Advertisement