Sukses

Kasus Kekerasan Seks pada Anak Meningkat di Bali

Lembaga Bantuan Hukum LBH APIK Bali mencatat, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Pulau Dewata akhir ini semakin meningkat.

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum LBH APIK Bali mencatat, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Pulau Dewata akhir ini semakin meningkat.

"Kalau dari pantauan kami, kekerasan tidak hanya marak di Kabupaten Jembrana, namun juga di beberapa kota lainnya di Bali, seperti di Kota Denpasar," kata Luh Anggreni dari LBH APIK di Denpasar, seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/3/2015).

Ia mengatakan minimnya informasi tentang kesehatan reproduksi (kespro) dan UU Perlindungan Anak di kalangan siswa sekolah, menjadi penyebab maraknya kejahatan seksual terhadap anak.

Ia menyebutkan dari 125 kasus terkait kekerasan perempuan dan anak di Polresta Denpasar, peringkat pertama adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian kasus kekerasan seksual terhadap anak di posisi kedua yang menunjukkan tren naik.

Munculnya kasus kekerasan seksual, kata Anggraeni, salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pemahaman diri mereka soal alat reproduksi dan kesehatan reporduksi.

"Informasi sangat minim, akibatnya bagaimana mereka menyayangi harkat dan martabat mereka sangatlah kecil. Ini juga dampak negatif dari teknologi seperti internet dan media sosial," ujarnya.

Dalam kasus kekerasan seksual anak di bawah umur di Bali, pelaku dan juga korban sebagian besar sama-sama remaja, yang melakukan hubungan seksual pra nikah.

Kasus itu, kata Anggraeni, sudah menjadi perhatian LBH APIK di Bali dan para aktivis nasional. Ini sudah dikategorikan isu besar dan wajib mendapat perhatian serius semua pihak.

"Luar biasa bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat. Untuk mengantisipasi kita aktif melakukan kampanye untuk mengenali dan menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak itu.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak bawah umur juga bisa terjadi karena sikap sikap remaja yang permisif, anggap seks luar nikah sebagai hal yang biasa.

"Ini sudah menjadi gaya hidup, misalnya ketika dia mau beli handphone dengan mudahnya dia menjual diri, di Facebook gampang diakses dengan harga sekian-sekian," katanya.

Untuk mengatasi persoalan kekerasan seksual terhadap anak, harus dimulai dari awal. Ada akses informasi tentang bahaya kekerasan seksual anak, informasi kesehatan reproduksi seksual, perangkat hukum yang mengikat seperti UU Perlindungan Anak, dan lainnya.

"Jika pelakunya dewasa, ini hukumannya tidak main-main. Selain sudah diperkuat dengan UU Perlindungan Anak dan Perempuan, juga sudah dikuatkan dengan UU Nomor 35 tahun 2014, yang menguatkan perlindungan terhadap anak-anak bawah umur, jadi hati-hati kalau ada yang mau melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur," katanya.

Video Terkini