Liputan6.com, Jakarta Sadar atau tidak, dunia sedang dilanda krisis pangan.
Hampir seluruh bahan makanan, baik nabati maupun hewani sudah tereksploitasi manusia, namun tekhnologi semakin berkembang, dan semakin sedikit tenaga manusia yang digunakan untuk bercocok tanam. Artinya, kita harus mempercayakan masa depan pangan kepada jumlah individual dan industri yang hanya segelintir. Coba pikirkan, apa mereka betul-betul peduli dengan kelangsungan sebagian besar populasi manusia, atau hanya semata mencari untung?
Baca Juga
Beberapa perusahaan sudah mendapat hak dalam melakukan tekhnik GMO (genetically modified organism). Yaitu memodifikasi komponen genetik dalam tumbuhan dengan DNA hewan. Menurut Organisasi Makanan dan Agrikultur dari UN, tanaman dengan modifikasi genetik akan jadi lebih tahan dengan terjadinya banjir, kelebihan air, kadar asam berlebih dalam tanah, salinitas dan perubahan temperatur yang ekstrem akibat global warming. Ini bisa menolong kegiatan pertanian di area marjinal.
Advertisement
Namun, apa potensi resikonya?Â
Mencampur DNA tomat dengan DNA kodok memang terdengar horor. Menurut Eric Watson seperti yang ditulis di nzherald.co.nz, Rabu (25/3/2015), pencampuran DNA bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, pencampuran DNA bisa memperkuat aspek karakteristik satu makhluk hidup. Modifikasi DNA sudah dilakukan sejak berabad-abad lalu walau tidak seekstrim GMO prosesnya, contohnya, adanya penciptaan ras anjing baru seperti great dane dan chihuahua yang merupakan ras campuran. Namun, perubahan cara sebuah DNA bersikap juga bisa merugikan. Contohnya, tanaman gandum yang ditambah gen lain bisa jadi inferior secara kandungan gizi. Di beberapa kasus, bahkan ditemukan racun di tanaman itu. Selain itu, dalam populasi alam liar, DNA yang menyedar melalui tanah berpotensi mengacaukan keseimbangan alam.
Pada akhirnya, menilai baik atau buruknya GMO kurang lebih seperti menilai baik atau buruknya sains nuklir. Senjata nuklir bisa membunuh jutaan orang, yang sudah jelas buruk. Namun, radiologi, x-ray dan kemoterapi menyelamatkan nyawa banyak orang. Solusi terbaik untuk saat ini adalah perlunya peningkatan tekhnik dan tenaga ahli pada proses percobaan.
Â