Sukses

Mensos: Pengungsi akan Diberi Trauma Healing dan Konseling

Kementerian Sosial menyiapkan penampungan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) untuk anak-anak pengungsi Rohingya.

Liputan6.com, Jakarta Penanganan anak-anak pengungsi Rohingya diperlukan, selain untuk menghilangkan trauma selama di laut juga konflik di negara asalnya. Kementerian Sosial menyiapkan penampungan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), demikian pesan elektronik yang diterima Health-Liputan6.com dari Humas Kemensos, Senin (25/5/2015).

 “Anak-anak yatim piatu dari para pengungsi Rohingya siap ditampung di RPTC di Bambu Apus, Jakarta Timur, ”  kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Kota Langsa, Aceh, Minggu (24/5/2015).

Bagi pengungsi dewasa baik Rohingya dan Bangladesh akan diberikan penanganan trauma healing dan conseling selama berada di penampungan dengan mencari solusi terkait kendala bahasa.

"Agar proses terapi bisa maksimal disiapkan solusi terkait kendala bahasa. Sehingga, para pengungsi yang ditampung di beberapa titik di Aceh bisa diberikan terapi pemulihan dalam bentuk trauma healing dan conseling, ” katanya.

Segala bentuk solidaritas dari masyarakat dan pemerintah daerah  (Pemda) Aceh patut diapresiasi atas ketulusan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada para pengungsi.

Agar tidak ada kecemburuan dari warga setempat, yang merasa pengungsi Rohingya lebih diperhatikan diminta adanya komunikasi antara Pemda dengan warga.

"Kami atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih atas upaya kemanusiaan warga dan Pemda Aceh bagi para pengungsi. Untuk  menjaga tidak ada kecemburuan mesti ada komunikasi dan keserasian yang harus dijaga," pintanya.

Masalah pengungsi tidak hanya urusan Indonesia dan ASEAN saja, tetapi juga merupakan tanggungjawab Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Di dalam negeri, didorong lahirnya konsep penanganan jangka panjang yang mesti disusun untuk mengatasi masalah tersebut.

"Segera disusun Perpres pengungsi dan terkait isi nanti akan menjadi tanggung jawab Sesneg dengan mengacu pada Konvensi 1951," tandasnya.

Sementara, penanganan warga Bangladesh karena bukan pengungsi akibat konflik, melainkan lebih pada motif mencari kerja, solusinya adalah dengan mempercepat pengurusan dokumen keimigrasian dan memulangkan dengan bantuan dari International Organization for Migration (IOM). 

"IOM hanya butuh waktu 2 hingga 3 hari untuk menyiapkan tiket kepulangan ke Bangladesh dengan syarat dokumen lengkap, ” katanya.

Sedangkan untuk pengungsi Rohingya, pemerintah dan IOM terlebih dahulu mengkaji soal penempatan baru. Artinya, apakah dalam hal ini bisa kurang dari setahun bertahan di pengungsian atau dipindahkan ke tempat lain. 

Selain menyalurkan paket untuk kebutuhan logistik para pengungsi yang berjumlah ribuan orang Rp 2,3 miliar, Mensos juga memberikan bantuan Al-Quran dan kerudung.

Sejauh ini tercatat 1.759 jiwa pengungsi di empat titik, yaitu 564 jiwa di Punteut Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe; 672 gudang Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa; 476 jiwa di Bireun Bayeun Kecamatan Rantau Selamat, Kabupaten Aceh Timur dan 47 jiwa gedung milik Pemda Kabupaten Aceh Tamiang.

Gelombang pertama pengungsi Rohingya tiba di perairan Aceh Utara, pada 10 Mei 2015. Dibantu oleh nelayan lokal para pengungsi itu diselamatkan dan ditarik ke darat. Sejak saat itu bantuan pun mengalir, baik dari warga maupun dari Pemda Aceh.

Sebagai apresiasi dan penghargaan untuk nelayan Aceh yang telah membantu menyelamatkan pengungsi, Kementerian Sosial akan mengusulkan agar nelayan itu mendapatkan penghargaan pada Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN).

"Kami mengapresiasi upaya kemanusiaan nelayan Aceh yang telah menyelamatkan para pengungsi Rohingya di acara HKSN setiap 20 Desember, berupa piagam yang ditandatangani langsung oleh Presiden RI, ” katanya.