Liputan6.com, London - Permasalahan gangguan makan yang selama ini identik dengan kaum perempuan muda turut dialami kaum transgender. Jumlah pengidapnya bahkan lebih banyak pada individu yang memilih mengubah kodratnya ketimbang mereka yang memang sejak lahir berjenis kelamin tersebut.
Sebelum hasil penelitian ini dimasukkan ke dalam Journal of Adolescent Health, para peneliti terlebih dulu melakukan survei menggunakan data dari American College Health Association-National College Health Assessment, serta melibatkan 289.024 mahasiswa yang terdaftar di 223 universitas di Amerika. 479 orang di antaranya adalah kaum transgender.
Ada dua pertanyaan dilayangkan kepada mereka: Pernahkah melakukan diagnosa gangguan makan, dan apakah pernah menggunakan obat pencahar serta pil diet dalam kurun waktu 30 hari sebelum tanya jawab itu dilakukan. Para peneliti juga mengukur bagaimana kesehatan mental, perilaku seksual, dan status gizi mereka.
Advertisement
Hasilnya, transgender dilaporkan berada pada tingkat yang paling atas pada gangguan makan serta penggunaan obat pencahar, memuntahkan makanan, dan penggunaan pil diet.
Dikutip dari situs Fusion.Net, Senin (29/6/2015), para peneliti mencoba menarik kesimpulan di balik alasan mereka mengidap gangguan makan:
1. Mengubah diri mereka
Para peneliti berhipotesis salah satu alasan transgender rentan mengidap kondisi ini adalah keinginan yang besar untuk mengubah bentuk tubuh mereka. "Menurunkan berat badan mungkin menjadi cara bagi perempuan transgender untuk meraih cita-citanya menjadi feminin, langsing, dan memiliki daya tarik," tulis mereka.
2. Stres
Alexis Duncan, asisten profesor dari Brown School and School of Medicine di Washington University mengatakan, individu transgender mengalami stres yang sangat tinggi. Diskriminasi, intimidasi, bahkan segala bentuk kekerasan dialami kaum transgender.
3. Jadwal konseling
Transgender harus rutin melakukan konseling. Kondisi ini membuat jadwal mereka jadi berantakan. Yang menyebabkan terjadinya gangguan makan.
Â