Liputan6.com, Jakarta Zat-zat kimia yang mudah dijumpai pada kemasan makanan, pestisida, baju, karpet, kain pelapis, dan berbagai produk perawatan, berefek menunda kehamilan. Demikian berita yang ditulis HealthDay News, baru-baru ini. Penggunaan bahan-bahan kimia tadi sudah dilarang di AS karena beracun, dan diharapkan pada tahun 2010 benar-benar sudah tidak dipakai lagi.
Bagaimanapun, zat-zat tersebut sudah telanjur berkeliaran di lingkungan dan di tubuh kita selama puluhan tahun. “Zat kimia yang sudah tersebar luas ini mengganggu kesuburan, sehingga membuat orang sulit punya momongan,” ujar Dr. Jorn Olsen, ketua peneliti sekaligus Kepala Departemen Epidemiologi, UCLA’s School of Public Health.
Di dalam tubuh wanita Denmark yang menjadi responden penelitian, terkandung perfluorooctanoate (PFOA) kadar tinggi dan perfluorooctane sulfonate (PFOS). Akibatnya, mereka harus menunggu lama untuk hamil.
Advertisement
Laporan penelitian tersebut dipublikasikan dalam Human Reproduction edisi online, akhir bulan lalu. Dan diikuti kemunculan berbagai laporan tentang bahaya zat kimia lain yang ada dalam plastik, seperti bisphenol A (BPA), yang dapat menyebabkan masalah pada janin atau bayi.
Untuk studi tersebut, Olsen dan tim mendata 1.240 wanita di Danish National Birth Cohort. Peneliti mengambil contoh darah responden dan melakukan wawancara tentang lamanya mereka menanti kehamilan. Ditemukan adanya kadar PFOS dalam darah dari 6,4 nanogram per mililiter (ng/ml) hingga 106,7 ng/ml. Untuk PFOA kisarannya 1 ng/ml hingga 41,5 ng/ml.
Olsen dan tim lalu membagi responden dalam empat kelompok, tergantung pada seberapa banyak kandungan zat kimia dalam darah mereka. Wanita dalam grup dengan kadar tertinggi PFOS, 70-134 persen lebih lama untuk bisa hamil daripada wanita dengan kadar PFOS terendah. Wanita dengan kadar PFOA tertinggi, 60-154 persen lebih lama untuk bisa hamil jika dibandingkan wanita dengan kadar terendah.
Para peneliti mengaku belum tahu pasti mengapa zat kimia tersebut menghambat kehamilan. Namun, mereka memperkirakan itu semua terkait dengan terganggunya hormon yang bertanggung jawab pada proses reproduksi.
Studi terkini pada hewan mengungkapkan zat-zat kimia tersebut memiliki efek toksik pada lever, sistem imun, serta organ reproduksi. Studi juga menemukan bahwa PFOA dan PFOS dapat memengaruhi pertumbuhan janin.
Bahaya lain menyangkut zat kimia tersebut mungkin akan segera menjadi perdebatan. Sejak tahun 2006, the US Environmental Protection Agency (EPA) berkomitmen bahwa delapan pabrik secara sukarela mengurangi emisi PFOA dan kandungan PFOA dalam produk mereka.