Liputan6.com, Jakarta Demam Berdarah Dengue (DBD) ternyata masih menjadi masalah kesehatan penting di Asia. Topik ini jadi salah satu pembahasan di Technical Advisory Group (TAG) Asia Pacific Strategy for Emerging Diseases (APSED) Juli 2015 di Manila.
Begitu disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama melalui pesan elektronik, Senin (27/7/2015).
Melihat perkembangannya, di Jepang DBD tidak disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti seperti di Indonesia, tetapi nyamuk Aedes albopictus atau 'Tiger Mosquito'.
Advertisement
Di Singapura, empat jenis virus Dengue tetap ditemukan bersirkulasi, sehingga mereka menyebutya sebagai 'hyperendemic'.
"Jumlah kasus baru DBD meningkat 30 kali dalam 50 tahun ini. Diperkirakan kasus ini menimpa 390 juta setiap tahunnya, di lebih dari 100 negara. Setiap tahun sekitar setengah juta orang di dunia mengalami DBD berat, seringkali diikuti dengan Syok dan Perdarahan," katanya.
Selain itu, 40 persen penduduk dunia ada dalam risiko untuk mendapat sakit DBD, di negara Asia angka ini tentu lebih tinggi lagi. Mirisnya, penyakit ini menghabiskan anggaran sekitar US$ 2 Milyar di luar biaya pencegahan.
Pencegahan DBD dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1. pengendalian vektor nyamuk, khususnya dengan program 3 M plus. Ini masih tetap jadi cara penanggulangan utama, dan jugga dilakukan berbagai riset di bidang ini.
2. Vaksin yang kini dikembangkan baru menunjukkan perlindungan sekitar 60%, yaitu :
- perlindungan 75% utk jenis virus Den- 3 dan Den- 4
- perlindungan 51% utk jenis virus Den- 1
- perlindungan 35% utk jenis virus Den- 2
3. Penelitian lain, seperti:
- menemukan jenis sel apa di tubuh manusia yang berperan dalam imunitas protektif
- kemungkinan pembentukan antibodi artifisial yang dapat menangani ke empat sub tipe virus Dengue di atas
- mencoba menekan populasi nyamuk
Â