Liputan6.com, Jakarta Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar di masyarakat. Sebagian orang meyakini informasi itu sebagai kebenaran, tetapi sebagian lain tidak. Bagaimana panduan yang tepat untuk berhubungan intim selagi isteri hamil?
Tak jarang suami dan isteri tidak sependapat mengenai hubungan seksual selama hamil. Ketidaksamaan pendapat ini dapat menjadi penyebab timbulnya ketegangan dalam hubungan suami isteri, bahkan dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan seksual mereka.
Baca Juga
Sering pula terdengar berita seorang pria melakukan hubungan seksual dengan orang lain ketika sang isteri sedang hamil. Mendengar berita itu, banyak orang tidak menunjukkan keheranan, seolah-olah penyelewengan seksual ketika isteri hamil adalah biasa. Padahal seharusnya peristiwa itu bukan hal biasa.
Advertisement
Dorongan Seksual
Dorongan Seksual
Seksolog dan Pakar Andrologi dari Universitas Udayana, Denpasar Bali Prof. Wimpie Pangkahila Sp.And menyebutkan bahwa beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh kehamilan terhadap aktivitas seksual suami isteri. Ternyata kehamilan memang memengaruhi aktivitas seksual. Bagi sebagian wanita, kehamilan justru meningkatkan dorongan seksual, tetapi bagi sebagian lain tidak berpengaruh. Sementara bagi wanita yang lain kehamilan justru menekan atau menurunkan dorongan seksual.
Mengapa terjadi perbedaan pengaruh kehamilan terhadap dorongan seksual wanita? Perbedaan ini ditentukan oleh sejauh mana perubahan fisik dan psikis yang terjadi selama kehamilan berpengaruh terhadap kesehatan dan fungsi seksual wanita tersebut. Selain itu juga dipengaruhi sikap dan perilaku seksual suaminya. Maka terdapat perbedaan dalam perilaku seksual pada saat setiap wanita hamil dan pasangannya.
Sebagian pasangan tidak melakukan hubungan seksual pada usia kehamilan yang cukup lanjut karena gangguan yang timbul akibat perut yang menonjol, di samping khawatir terhadap bayi di dalam rahimnya. Hambatan lain dapat muncul dari pihak pria yang mengalami hambatan psikis karena bentuk tubuh pasangannya berubah. Tetapi sebagian lain melakukannya dengan posisi tertentu atau melakukan aktivitas seksual lain selain hubungan seksual.
Advertisement
Tergantung Bulan
Tergantung Bulan
Selama tiga bulan pertama kehamilan, terdapat variasi keluhan dan perilaku seksual di kalangan wanita hamil. Wanita yang mengalami keluhan mual dan muntah hebat, merasakan dorongan seksualnya menurun, yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi semua aktivitas seksual.
Keadaan ini mudah dipahami karena mual dan muntah yang terjadi selama hamil muda cukup menimbulkan gangguan bagi kesehatan tubuh secara umum. Tetapi sebagian wanita yang tidak diganggu oleh muntah atau keluhan-keluhan lain, justru mengalami peningkatan dorongan seksual. Ekspresinya tentu pada frekuensi hubungan seksual yang semakin sering, jika pasangannya bersedia untuk itu.
Tetapi kalau pasangannya tidak bergairah karena tidak tertarik kepada isterinya yang mengalami perubahan fisik, tentu frekuensi hubungan seksual menjadi semakin jarang. Selama tiga bulan kedua kehamilan, 80% wanita hamil merasakan peningkatan dorongan seksual dan reaksi seksualnya.
Ternyata banyak pria yang gemar melakukan hubungan seksual ketika pasangannya hamil dalam tiga bulan kedua. Kegemaran ini boleh jadi disebabkan oleh meningkatnya dorongan seksual dan reaksi seksual isteri. Sebab lain barangkali karena temperatur vagina menjadi lebih hangat pada masa hamil sehingga memberikan rangsangan seksual lebih erotik.
Sebaliknya selama tiga bulan terakhir masa kehamilan, kelelahan terasa meningkat, sehingga dorongan seksual dan reaksi seksual menurun. Akibatnya frekuensi hubungan seksual menjadi sangat berkurang. Di pihak pria, ada alasan juga mengapa enggan melakukan hubungan seksual pada masa tiga bulan terakhir kehamilan pasangannya.
Alasan demi kesehatan isteri dan bayi di dalam rahim, merupakan alasan yang banyak dikemukakan. Sementara pihak wanita sendiri menduga bahwa bentuk fisiknya dalam keadaan hamil besar, tidak lagi mempunyai pesona seksual bagi pria. Maka tidak aneh kalau sang suami tidak tertarik melakukan hubungan seksual pada masa itu.
Boleh atau Tidak?
Boleh atau Tidak?
Kalau kehamilan berpengaruh terhadap hubungan seksual, sebaliknya hubungan seksual juga berpengaruh terhadap kehamilan. Tetapi yang pasti tidak membuat bayi di dalam rahim menjadi lebih subur. Pengaruh hubungan seksual terhadap kehamilan harus dilihat berdasarkan perubahan anatomik dan fisiologik yang terjadi pada wanita selama mengalami siklus reaksi seksual.
Sebuah aktivitas seksual yang sempurna berlangsung melalui 4 fase reaksi seksual, yaitu fase rangsangan, fase datar, fase orgasme, dan fase resolusi. Alat kelamin dan bagian-bagian tubuh lain akan mengalami perubahan anatomik dan fisiologik selama fase-fase ini, baik pada pria maupun wanita. Pada wanita tidak hanya alat kelamin bagian luar saja yang mengalami perubahan, tetapi juga alat kelamin bagian dalam, khususnya rahim.
Perubahan yang terjadi pada rahim bahkan telah tampak sejak bagian awal fase rangsangan. Berarti kalau wanita mengalami rangsangan seksual yang cukup kuat, rahimnya juga mengalami reaksi. Apa yang terjadi pada rahim? Ternyata rahim mengalami gerakan-gerakan yang cepat dan tidak teratur. Bahkan pada bagian akhir fase rangsangan, rahim tertarik ke atas.
Gerakan-gerakan ini menjadi semakin hebat pada fase datar, dan mencapai puncaknya bila wanita mencapai orgasme. Gerakan-gerakan rahim yang seolah mencengkeram, terutama ketika wanita mencapai orgasme, ini harus mendapat perhatian dalam hubungannya dengan kehamilan.
Advertisement
Pernah Keguguran
Pernah Keguguran
Wanita yang berulang kali mengalami keguguran sebelumnya, sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sampai mencapai orgasme. Bahkan aktivitas seksual lain yang dapat menimbulkan orgasme, misalnya masturbasi, juga perlu dihindari. Dan perlu dicatat, orgasme yang terjadi karena aktivitas seksual lain selain hubungan seksual, misalnya masturbasi, dapat menimbulkan gerakan rahim yang justru lebih hebat.
Maka wanita yang mengalami keguguran berulangkali sebelumnya, sebaiknya tidak melakukan semua aktivitas seksual yang sampai menimbulkan orgasme selama kehamilan, terutama selama 3-4 bulan pertama. Bagi wanita yang tidak pernah mengalami keguguran berulangkali, tentu saja "peraturan" ini tidak berlaku. Gerakan-gerakan rahim yang dapat menggagalkan kehamilan itu, tentu harus diperhitungkan juga oleh wanita yang lama tidak mengalami kehamilan, padahal menurut pemeriksaan tidak nyata ada kelainan, baik pada dirinya maupun pada suaminya.
Mungkin saja gerakan rahim pada saat orgasme itu telah menggagalkan 'tertanamnya' hasil pembuahan sel telur oleh sel spermatozoa yang terjadi. Selain itu adanya kandungan prostaglandin jenis tertentu di dalam sperma diduga dapat menimbulkan kekejangan otot rahim sehingga menyebabkan keguguran.
Saling pengertian
Saling pengertian
Hubungan seksual sebenarnya tidak harus dihentikan selama masa hamil. Masalahnya, hubungan seksual menyangkut kepentingan dua orang dalam satu pasangan. Tetapi keinginan melakukan hubungan seksual seharusnya lebih disesuaikan dengan keadaan wanita yang sedang mengalami kehamilan.
Dalam keadaan tertentu, yaitu bila wanita pernah mengalami keguguran sebelumnya, apalagi sampai beberapa kali, hubungan seksual yang sampai mencapai orgasme pada wanita sebaiknya dihindari. Pada keadaan tertentu, hubungan seksual selama hamil tidak boleh dilakukan, yaitu bila lapisan ketuban telah pecah, bila terdapat perdarahan, dan bila timbul rasa sakit selama melakukannya.
Di luar keadaan-keadaan itu tidak ada masalah yang perlu dirisaukan. Hal penting yang harus selalu diingat ialah bahwa hubungan seksual dilakukan untuk kepentingan bersama. Maka diperlukan saling pengertian atas dasar saling mengasihi. Dengan memahami pengaruh kehamilan terhadap perilaku seksual, dan sebaliknya pengaruh hubungan seksual terhadap kehamilan, diharapkan tidak terjadi masalah antara suami isteri yang berpangkal pada hubungan seksual selama kehamilan.
Dengan saling pengertian yang mendalam diharapkan dapat dihindari penyelewengan seksual yang dilakukan para suami ketika isterinya hamil.
Advertisement
Mitos Seks pun Melingkupi Kehamilan
Mitos Seks pun Melingkupi Kehamilan
Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar luas di masyarakat, dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena dianggap benar, maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu.
1. Harus sering. Salah satu mitos yang beredar luas di masyarakat ialah hubungan seksual harus sering dilakukan selama masa hamil, agar bayi di dalam rahim dapat bertumbuh subur dan sehat. Alasannya, dengan melakukan hubungan seksual maka bayi mendapat siraman sperma sehingga bertumbuh subur dan menjadi bayi yang normal dan sehat. Maka tidak sedikit pasangan suami istri yang berupaya agar sering melakukan hubungan seksual selama hamil dengan tujuan agar sang bayi normal dan sehat. Padahal anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Tidak ada hubungan lagi antara sperma dengan bayi yang ada di dalam rahim. Tidak ada hubungan pula antara sperma dan pertumbuhan bayi. Artinya, kalau selama hamil melakukan hubungan seksual, maka sel Jadi subur dan sehatnya bayi di dalam rahim tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya sperma yang masuk selama kehamilan. Yang benar adalah, kualitas sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur berpengaruh terhadap kesehatan kehamilan yang terjadi.
2. Posisi Kanan & Kiri. Mitos yang lain mengaitkan posisi hubungan seksual dengan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Konon kalau posisi pria ketika melakukan hubungan seksual dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi laki-laki yang akan dilahirkan. Sebaliknya, bila hubungan seksual dimulai dari sisi kanan dan diakhiri di sisi kiri, maka bayi perempuan yang akan dilahirkan. Tentu saja informasi ini salah dan sangat tidak rasional, karena jenis kelamin bayi tidak ditentukan oleh posisi pria ketika berhubungan seksual. Jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur. Kalau spermatozoa dengan kandungan kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan terbentuk bayi perempuan. Kalau spermatozoa dengan kromosom Y yang membuahi sel telur, akan terbentuk bayi laki-laki. Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang mempercayai mitos itu dan melakukannya.
3. Boleh-Tidaknya Berhubungan. Anggapan lain yang juga salah tetapi beredar luas di masyarakat ialah bahwa hubungan seksual tidak boleh dilakukan agar tidak mengganggu perkembangan bayi. Anggapan ini tidak benar, karena tidak ada alasan bahwa hubungan seksual pasti mengganggu perkembangan bayi. Sebaliknya ada anggapan lain yang menyatakan bahwa hubungan seksual tidak menimbulkan akibat apa pun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti sebelumnya. Anggapan ini juga tidak selalu benar, tergantung kondisi kehamilannya.