Sukses

Isu Kesehatan Reproduksi di Muktamar Aisyiah ke-47 Makassar

Masalah kesehatan reproduksi akan menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian dalam Muktamar ‘Aisyiyah ke-47 di Makassar.

Liputan6.com, Jakarta Masalah kesehatan reproduksi akan menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian dalam Muktamar ‘Aisyiyah ke-47 yang berlangsung pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar. Isu tersebut diangkat karena peningkatan kualitas kesehatan telah menjadi fokus gerakan dakwah ‘Aisyiyah sejak awal berdiri dan akan tetap menjadi perhatian ‘Aisyiyah dalam memasuki abad kedua.

“Problem kesehatan reproduksi masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini, seperti penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan pencegahan kanker serviks,“ ungkap Tri Hastuti Nur Rochimah, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP ‘Aisyiyah kepada Liputan6.com, dalam rilisnya Minggu (2/8/2015).

Data dari International Union Against Cancer (UICC), kata Tri memprediksikan bahwa di tingkat dunia pada tahun 2030 akan terjadi 26 juta kasus baru kanker, sebanyak 75 juta orang akan hidup dengan kanker dan 17 juta akan berujung pada kematian. Penderita kanker sebesar 60-70 persen terdapat di negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Pada tahun 2014, berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit, penderita kanker payudara sebanyak 12.014 dan kanker serviks sebanyak 5.349 orang. Data ini belum termasuk penderita yang tidak tercatat di rumah sakit," ucap Tri.

Ia menambahkan, kanker serviks menjadi penyebab kematian perempuan terbanyak nomor dua setelah kanker payudara, meski sebenarnya kanker serviks dapat dicegah jika dilakukan deteksi dini melalui tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) maupun Pap Smear.

“Sayangnya upaya pencegahan kanker serviks melalui deteksi dini belum banyak dilakukan oleh perempuan karena minimnya sosialisasi dan aspek keterjangkauan layanan,” ujar Tri.

Penderita kanker payudara maupun serviks pada umumnya tidak menyadari bahwa dirinya terkena kanker serviks karena tidak melakukan pemeriksaan dini (screening) secara rutin, lanjut Tri. Oleh karena itu pencegahan kanker serviks melalui pemeriksaan IVA atau pap smear harus menjadi perhatian utama dengan melakukan edukasi kepada perempuan, keluarga untuk mendapatkan dukungan dan penyediaan fasilitas pemeriksaan sampai di tingkat dasar.

Deteksi dini mau tidak mau, kata Tri menjadi pilihan terbaik guna mencegah kanker serviks, Jika diketahui sejak dini, semakin besar kemungkinan untuk sembuh serta biaya yang dikeluarkan tidak sebesar jika dibanding harus melakukan pengobatan kanker.

"Apalagi saat ini masa tunggu antrean pengobatan kanker cukup lama hingga 8 bulan karena terbatasnya ketersediaan sarana pengobatan," ucap Tri Hastuti,

Berikut rekomendasi 'Aisyiyah untuk mendorong deteksi dini kanker serviks seperti yang diuraikan Tri Hastuti:

1) Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di pusat layanan kesehatan terdekat dari komunitas untuk melakukan pemeriksaan IVA maupun Pap Smear.
2) Memastikan tersedianya fasilitas pemeriksaan IVA dan Pap Smear khususnya di pusat layanan kesehatan terdekat dari komunitas, seperti Puskesmas.
3) Memassifkan upaya edukasi terkait deteksi dini kanker oleh tenaga kesehatan maupun bekerjasama dengan organisasi masyarakat maupun kader kesehatan di tingkat desa. Alokasi anggaran bagi kegiatan edukasi mau tidak mau harus menjadi prioritas. Saatnya mengubah paradigma pembangunan kesehatan di Indonesia yang masih berorientasi kuratif dibanding preventif yang tercermin juga dari pengalokasian anggaran.
4) Memastikan keterjangkauan biaya pemeriksaan IVA dan Pap Smear bagi perempuan, khususnya perempuan miskin.

Sementara Noordjannah Djohantini selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, mengatakan sudah saatnya pemerintah berkomitmen memberi perhatian lebih pada upaya preventif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia seperti deteksi dini kanker payudara maupun serviks.

'Aisyiyah sendiri, tambah Noordjannah, telah mendorong para perempuan melalui edukasi di masyarakat hingga mereka mau melakukan deteksi dini. Lebih dari 3500 perempuan telah melakukan tes IVA maupun Pap Smear berkat dorongan para pimpinan dan kader ‘Aisyiyah, khususnya di 11 kabupaten yang menjadi model, seperti Ngawi, Blitar, Lamongan, Cilacap, Demak, Kota Tegal, Bantaeng, Pangkep, dan Takalar.

'Aisyiyah memberikan apresiasi karena deteksi dini kanker serviks telah dicanangkan sebagai gerakan nasional. Kendati demikian, Noordjannah mengungkapkan pencanangan gerakan deteksi dini kanker tersebut semestinya berkorelasi positif dengan kebijakan pemerintah maupun implementasi di lapangan.

"Berdasarkan pengalaman ‘Aisyiyah di komunitas dalam mendorong perempuan melakukan deteksi dini kanker serviks. Terdapat beberapa masalah dalam mendorong deteksi dini kanker serviks yang ditemukan oleh ‘Aisyiyah dimana di lapangan khususnya di 11 kabupaten, masih terdapat beberapa problem dalam mendorong perempuan melakukan deteksi dini, baik dari aspek kompetensi, ketersediaan sarana kesehatan layanan IVA dan Pap Smear, minimnya edukasi, dan keterjangkauan biaya layanan IVA dan Pap Smear ,"tandasnya.

Keseriusan pemerintah menjadi penting karena nantinya deteksi dini kanker serviks akan menjadi Standar Pelayanan Minimal di Puskesmas yang harus disiapkan sejak sekarang. Pemerintah harus menjamin bahwa fasilitas kesehatan pertama menyediakan layanan pemeriksaan dini (IVA) untuk mencegah kanker serviks dan menggratiskan pemeriksaannya untuk perempuan kelompok miskin.