Sukses

Tekan Kasus Gizi Buruk, Dinkes Surabaya Ciptakan Formula 100

Kepala Dinas Kesehatan Surabaya drg. Febria Rachmanita mengatakan beragam upaya telah dilakukan pihaknya untuk menekan kasus gizi buruk.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Dinas Kesehatan Surabaya drg. Febria Rachmanita mengatakan bahwa beragam upaya telah dilakukan pihaknya untuk bisa menekan kasus balita gizi buruk. Salah satunya adalah dengan membuat inovasi formula 100 (F-100) untuk anak kurang gizi agar tidak sampai jatuh ke gizi buruk. 

"Komposisi dari F-100 ini terdiri dari susu, minyak goreng, dan larutan elektrolit atau mineral. F-100 berfungsi untuk stabilisasi dan transisi rehabilitasi resomal terhadap dehidrasi pada anak. Dan ini sudah diterapkan di puskesmas Dupak sejak akhir tahun lalu," kata Febria, Jumat (14/8/2015).

Febria menambahkan bahwa inovasi F-100 diharapkan bisa membantu mengatasi masalah gizi buruk di Surabaya. Ini karena, F-100 merupakan upaya mengatasi anak kurang gizi sejak dini, sehingga anak tidak sampai pada gizi buruk. Bahkan, F-100 ini bisa dibuat oleh orang tua di rumah dengan mudah dan murah.

"F-100 ini diharapkan bisa mengurangi pasien rawat inap di Theurapetic Feeding Centre (TFC) atau Pusat Pemulihan Gizi Buruk yang terdapat di Puskesmas maupun rumah sakit di Surabaya," imbuh Febria.

Febria menegaskan bahwa dari data Dinas kesehatan, terjadi penurunan kasus gizi buruk di Surabaya mulai tahun 2010 hingga tahun 2013. Pada 2013 kasus gizi buruk Surabaya sekitar 0,95 persen sedangkan pada akhir 2013 dapat ditekan menjadi 0,25m persen. Ia mengaku, pihaknya juga melakukan pelacakan balita gizi buruk melalui Puskesmas di tiap kawasan. Menurutnya, tahun 2014 lalu kasus gizi buruk di Surabaya sudah lebih baik dari tahun 2013.

"Sebenarnya faktor utama anak kurang gizi adalah pola asuh orangtua, karena mengikuti masakan keinginan suaminya. Makanan anaknya disepelekan. Akibatnya anak malas makan, orangtua tidak gemar menyuapi anaknya," tandas Febria

Sementara itu, Staff Seksi Gizi Dinkes Jatim, Lies Setiowati menjelaskan bahwa kasus gizi buruk di Jatim sebenarnya sudah mengalami penurunan selama periode tiga tahun ini.

"Dari keseluruhan jumlah balita di Jatim yang mencapai 3.013.119 jiwa yang mengalami permasalahan gizi buruk sampai tahun 2014 mencapai 2 persen atau turun dari periode 2 tahun sebelumnya yang mencapai 2,2 persen," kata Lies Setiowati

Lies Setiowati menjelaskan bahwa meski pengalami penurunan serta masih di bawah target nasional yaitu 3 persen. Namun angka penderita gizi buruk pada balita di Jatim ini masih masuk dalam taraf yang perlu diperhatikan.

"Dari hasil survei yang dilakukan Dinkes Jatim, kasus terbesar gizi buruk terjadi bukan karena kemiskinan namun lebih karena pola hidup dan pola asuh yang salah dari orang tua," jelas Lies Setiowati.

Banyak keluarga di Jatim yang secara finansial mampu namun karena pola hidup dan gaya hidup saat ini, yang lebih mengedepankan status sosial membuat perhatian serta asupan makanan kepada balita kurang diperhatikan.

"Selain gizi buruk Jatim juga mengalami balita pendek, dari 2013 sebesar 30,1 namun turun di 2014 sebesar 29 persen," pungkas Lies Setiowati.