Liputan6.com, Jakarta Sekitar satu juta kasus kanker lambung diperkirakan terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Dari jumlah tersebut, di Amerika Serikat terjadi sekitar dua puluh ribu kasus, dengan angka kematian mencapai sepuluh ribu penderita. Berdasarkan kasus yang terjadi, pria dua kali lebih beresiko terkena penyakit ini dibanding wanita.
Kanker lambung pada awalnya mungkin tidak memiliki gejala khusus. Gangguan pencernaan yang terjadi amat umum, seperti sakit maag, bersendawa, merasa kembung, ketidaknyamanan perut bagian atas, mual, muntah dan kesulitan menelan. Selama masa perkembangan kanker ini, penurunan berat badan, kelelahan, muntah darah atau buang air besar hitam dapat terjadi.
Sebuah benjolan perut bagian atas juga dapat dirasakan dan tes darah mungkin menunjukkan anemia. Faktor risiko utama bagi terjangkitnya kanker ini adalah sejarah keluarga dan infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut sekitar dua pertiga dari penduduk dunia yang dapat menyebabkan peradangan (gastritis), sakit maag dan merupakan penyebab utama dari kanker lambung. Jika infeksi Helicobacter pylori terdeteksi, antibiotik untuk membasmi infeksi diberikan.
Advertisement
Di Amerika Serikat, kanker lambung cenderung terjadi pada individu di atas usia 60 tahun, sementara di Singapura, penyakit ini dapat terjadi dari sejak usia 35 tahun. Faktor risiko lain termasuk diet yang mengandung bahan pengawet (nitrosoamines), memiliki golongan darah tipe A, serta memiliki gastritis atrofi, dan anemia pernisiosa.
Cara yang paling akurat untuk mendiagnosa kanker lambung adalah dengan melakukan endoskopi pencernaan bagian atas, yang juga dikenal sebagai gastroskopia. Metode ini menggunakan tabung tipis dengan kamera video di ujungnya yang dimasukkan ke dalam perut.
Pemeriksaan menyeluruh terhadap perut dapat dilakukan dan biopsi dari daerah abnormal dapat diambil untuk analisis mikroskopis. Dari metode ini juga dilakukan pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori. Prosedur ini biasanya dilakukan dengan sedasi dan membutuhkan waktu kurang dari lima belas menit.
oleh Dr Chua Tju Siang
Lulus dari Universitas Glasgow dan melanjutkan pendidikan pascasarjananya mengenai medis dan pengobatan di Inggris. Memperoleh akreditasi sebagai ahli Kesehatan Pencernaan dari Departemen Kesehatan Singapura pada tahun 2002. Dr Chua telah menerbitkan secara luas pengetahuan yang dimilikinya, dan telah menerima beberapa penghargaan internasional. Dia juga menekuni bidang pengajaran dan terus memperdalam teknik pengobatan endoskopik, untuk kawasan Asia, termasuk wilayah Timur Tengah.