Sukses

Segera Lindungi Anak dari Asap Rokok

Wakil Ketua Komisi IX Ermalena mengatakan anak-anak harus dilindungi dari bahaya asap rokok

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi IX DPR Ermalena mengatakan anak-anak harus dilindungi dari bahaya asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif karena menghisap asap rokok perokok di sekitarnya.

"Mereka yang sulit berhenti silakan merokok, tapi jangan di depan anak-anak. Anak-anak juga perlu kita lindungi agar tidak mulai merokok," kata Ermalena dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Kamis.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyatakan keprihatinannya atas kondisi perokok pemula di Indonesia. Apalagi, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, jumlah perokok pemula tertinggi berada di usia 14 hingga 19 tahun, disusul usia 10 hingga 14 tahun.

"Di saat konsumsi dan prevalensi perokok di negara-negara lain menurun, Indonesia justru meningkat. Yang lebih memprihatinkan Indonesia dikenal dunia karena ada bayi perokok," tuturnya.

Erma mengatakan jumlah perokok pasif di Indonesia juga perlu diwaspadai. Berdasarkan data yang ada, mayoritas perokok pasif adalah anak-anak dan perempuan. Itu berarti mereka terpapar asap rokok dari ayah atau suami di rumah.

Sebagai anggota DPR sendiri, Erma mengaku kerap menjadi perokok pasif dari rekan-rekannya sesama anggota dan tenaga ahli yang merokok. Karena itu, dia selalu "berteriak" bila di lingkungan ruang kerjanya di DPR tercium asap rokok.

"Merokok itu hak mereka, tapi hak saya juga untuk tidak terkena asap rokok," ujarnya.

Ermalena menjadi salah satu pembicara dalam lokakarya "Penurunan Konsumsi Rokok sebagai Upaya Peningkatan Pembangunan SDM" yang diadakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Jakarta.

Selain Erma, pembicara lainnya adalah Wakil Kepala Lembaga Demografi FEB UI Abdillah Ahsan, Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi Subdit Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Tiffany Tiara Pakasi dan peneliti Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Rahma Indira Wardani.

Video Terkini