Liputan6.com, Jakarta Istilah Lesbian, Gender, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kembali santer terdengar. Setelah belum lama ini publik terkejut karena ada pasangan penyuka sesama jenis menikah di Bali.
Mengutip berbagai sumber, istilah LGBT ternyata telah digunakan semenjak tahun 1990-an dalam menggantikan frasa 'komunitas gay' karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Meskipun komunitas ini kerap menuai kontroversi, namun nyatanya mereka memiliki banyak skala forum dan dipandang positif.
Laman Independent, Rabu (16/9/2015) melaporkan, dalam salah satu survei terbesar di Inggris, peneliti dari Cambridge University menemukan bahwa 12 persen wanita lesbian dan hampir 19 persen perempuan biseksual memiliki masalah kesehatan mental dibandingkan 6 persen wanita heteroseksual.
Advertisement
Begitupun dengan pria. Ada11 persen pria gay dan 15 persen pria biseksual memiki gangguan mental dibandingkan 5 persen pria heteroseksual.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of General Internal Medicine ini juga menyatakan 50 persen LGBT mengalami pengalaman negatif dengan layanan kesehatan primer.
"Survei menunjukkan, minoritas LGBT menderita tekanan dan memiliki pengalaman buruk saat bertemu dokter," kata Direktur Cambridge Centre for Health Services Research, Profesor Martin Roland.
Penelitian sebelumnya juga menemukan, minoritas seksual mungkin mengalami gangguan mental karena tekanan dari lingkungan sosial sehingga memicu stres akibat stigma, prasangka dan diskriminasi yang mereka hadapi.