Liputan6.com, Jakarta Jika dulu pemilik gawai hanya orang yang berada, kini siapa saja dan dari kalangan mana saja bisa mendapatkan gawai dengan harga murah. Bahkan, satu individu memiliki lebih dari satu gawai. Mereka sadar, gawai mempermudah komunikasi dengan sanak keluarga yang mungkin berada jauh.
Namun, kondisi yang terjadi kini justru sebaliknya. Gawai mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Berada di satu atap saja komunikasi antara ibu ke anak, ayah ke anak, atau suami ke istri cenderung menggunakan gawai bukan komunikasi langsung.
Baca Juga
"Kalau kita ke restoran atau ke mal, sering kita lihat serombongan orang terdiri dari 4 sampai 5 orang yang sibuk dengan gawai masing-masing. Kalau seperti itu kapan ngobrolnya?" cetus Psikolog Klinis Kasandra Putranto dalam diskusi media yang diadakan OBH Combiphar di Bunga Rampai, Menteng, Jakarta, Rabu (30/9/2015)
Advertisement
Yang ditakutkan dengan kehadiran gawai ini adalah bisa membuat semua orang jadi adiksi, ketergantungan, serta luput memberikan cinta dan kehangatan nyata buat keluarganya.
"Padahal, kehangatan dari keluarga bisa menyembuhkan suatu penyakit tertentu tanpa harus minum obat," kata Kasandra menambahkan.