Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Pengendalian Tembakau terus mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok. Setidaknya, bila dinaikkan hingga 85 persen, maka seluruh rakyat Indonesia bisa merasakan manfaat pelayanan kesehatan dimanapun tanpa dikenakan biaya sepeserpun.
Begitu disampaikan Ketua Komnas Pengendalian Tembakau, Priyo Sidipratomo saat ditemui wartawan di acara peluncuran iklan rokok di Annex Building, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Baca Juga
"Cukai itu adalah instrumen untuk melindungi masyarakat, semacam pajak dosa. Di Indonesia, cukai rokok hanya 57 persen, jauh dibandingkan negara tetangga seperti Brunei Darusalam hingga 85 persen. Jadi rokok di sini jelas lebih murah," katanya.
Advertisement
Menurut Priyo, alokasi cukai ini bisa dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk membenahi pelayanan kesehatan, khususnya peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Alokasi iuran premi bagi 86.4 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) program JKN mencapai Rp19,83 triliun. Sedangkan target penerimaan cukai Rp 120,55 triliun dalam APBN 2015. Andai cukai ini dinaikkan, bayangkan bukan hanya PBI yang dicover tapi semua orang bisa mendapat layanan BPJS tanpa harus bayar," katanya.
Sebelumnya, data Badan Litbangkes pada 2010 mencatat, jumlah pemasukan dari cukai rokok hanyalah Rp. 55 trilyun. Sedangkan pengeluaran makro akibat rokok mencapai Rp. 245,41 triliun. Pengeluaran ini terbagi atas pembelian rokok, perawatan medis yang harus dijalani, dan hilangnya produktivitas.
Pengeluaran paling tinggi ditempati pembelian rokok dari masyarakat sebesar Rp. 138 triliun, hilangnya produktivitas akibat cacat dan kematian usia muda, sebesar Rp. 105,3 triliun. Kerugian akibat rawat medis, baik inap dan jalan sebesar Rp. 2,11 triliun.