Sukses

Aceh, Darurat Kekerasan pada Anak

LSM Awak Droe Only (ADO) menilai Aceh kini berada dalam darurat kekerasan terhadap anak, menyusul meninggalnya dua bocah di Bulan September

Liputan6.com, Jakarta LSM Awak Droe Only (ADO) menilai Aceh kini berada dalam darurat kekerasan terhadap anak, menyusul meninggalnya dua bocah dalam Bulan September 2015 akibat penganiayaan.

"Kekerasan yang dialami anak-anak terutama perempuan di Aceh menunjukkan Aceh berada dalam darurat kekerasan terhadap anak. Ini menjadi tanggung jawab bersama," kata Koordinator ADO, Teuku Yusra Dharma di Banda Aceh, Kamis.

Selama September, Aceh berduka, karena paling kurang tercatat dua kekerasan terhadap anak yakni Ayu Azahara (6) warga Pandrah, Kabupaten Bireuen yang diduga dibakar dan Nurul Fatimah (11) siswi MIN Keunalo Seulimum, Kabupaten Aceh Besar yang diduga dikeroyok temannya. Dua bocah itu meninggal dunia di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh.

Teuku Yusra menyatakan, tragedi itu merupakan tamparan kepada orang tua yang lalai mendidik, membina, dan menjadikan anak-anak sebagai generasi penerus yang beradab.

"Jika tidak ada tindakan jelas dan terstruktur, Aceh memasuki darurat kekerasan terhadap anak," tegas dia lagi.

Menurut dia, orang tua adalah guru pertama bagi anak dan rumah adalah sekolah pertama bagi buah hatinya.

Ia mengingatkan secara yuridis, Indonesia telah menjamin hak dan perlindungan terhadap anak seperti tercantum di Pasal 28 B (2) UUD 1945 yakni setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional yaitu Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990.

Demikian juga, Indonesia telah memiliki Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yakni Pasal 9 ayat 1a menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan disatuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga

kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

"Dalam konteks Aceh telah disahkan Qanun Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak. Dari berbagai peraturan, Islam secara tegas menyatakan orang tua harus mendidik dan melindungi anak dari berbagai tindakan kekerasan. Melindungi anak dari berbagai kejahatan merupakan

upaya menyelamatkan masa depan bangsa dan peradaban manusia," ungkap dia.

Agar tragedi Ayu dan Fatimah tidak terulang lagi, ia meminta Pemerintah Aceh untuk

sungguh-sungguh mengimplementasi Qanun No.11 tahun 2008 tentang Perlindungan Anak, mengajak seluruh orangtua, masyarakat dan pendidik untuk peduli pada perubahan perilaku anak.

"Jika kekerasan terhadap anak terjadi di sekolah ketika belajar, pemerintah perlu mengganti kepala sekolah karena lalai mengawasi anak didiknya," kata Teuku Yusra.